Batik Eksplorasi Motif ASEAN

Masyarakat di kawasan ASEAN memiliki beberapa persamaan dan juga perbedaan dalam perkembangan sejarah, budaya, dan asal-usulnya. Beberapa persamaan itu menyatukan mereka dalam sebuah keluarga besar.
Beranjak dari persamaan akar budaya di antara negara-negara ASEAN, Kusnin Asa, Ketua Yayasan Sailendra Bumi Rabwan, terinspirasi untuk mengeksplorasi ragam hias khas dari masing-masing negara ASEAN yang dituangkan ke dalam media batik.
Dan, hasil eksplorasi itu ditampilkan di acara bertajuk “Pameran Batik Eksplorasi Motif ASEAN”, yang digelar dari tanggal 19 hingga 23 Desember 2018, di Museum Seni Rupa dan Keramik, Jalan Pos Kota, Nomor 2, Jakarta Barat.
“Kita mengetahui bahwa kekuatan dan ungkapan keunikan batik terletak pada motifnya. […] Dari berbagai unsur ragam hias sangat terkait dengan ekspresi kultural dari suatu bangsa,” kata Kusnin Asa, Rabu (19/12/2018) pagi, saat memberi sambutan di acara pembukaan pameran yang diselenggarakan oleh Yayasan Sailendra Bumi Rabwan, dan didukung oleh Direktorat Warisan Budaya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Unit Pengelola (UP) Museum Seni, serta UP Perkampungan Budaya Betawi, dan Yayasan Batik Indonesia.

Suasana acara pembukaan “Pameran Batik Eksplorasi Motif ASEAN”, Rabu (19/12/2018) pagi, di Museum Seni Rupa dan Keramik, Jalan Pos Kota, Nomor 2, Jakarta Barat. (KerisNews.com/Birul Sinari-Adi)
Eksplorasi pola hias tektil di negara-negara ASEAN, tulis Kusnin Asa di buku pameran, dalam sejarah perkembangannya dibagi menjadi tiga kategori. Pertama, tentang pengembangan pola dekoratif sebagai pelengkap keindahan kain tekstil.
Kedua, pola dekorasi pada tekstil yang terkait dengan makna simbol dan penggunaannya di negara-negara ASEAN. Ketiga, adalah perkembangan pola dekorasi tekstil, penggunaannya, dan pengaruhnya pada teknologi batik.
Dan, eksplorasi yang dilakukan oleh Kusnin Asa mengacu pada pengembangan ragam hias sebagai pelengkap keindahan pada wastra, dan ragam hias pada wastra yang berhubungan dengan simbol dan penggunaannya di negara-negara ASEAN.
“Pola hias (dekoratif) yang dituangkan dalam media merupakan ekspresi seseorang yang disampaikan melalui gambar dalam bentuk hiasan. Pola hias selain sebagai ungkapan seni, dalam hal tertentu, sering digunakan untuk menyampaikan pesan budaya,” ujar tulisan Kusnin Asa, tentang pola hiasan sebagai pelengkap keindahan.

Kusnin Asa (baju putih) memandu pengunjung di “Pameran Batik Eksplorasi Motif ASEAN”, Rabu (19/12/2018) pagi, di Museum Seni Rupa dan Keramik, Jalan Pos Kota, Nomor 2, Jakarta Barat. (KerisNews.com/Birul Sinari-Adi)
Pesan budaya seperti yang dimaksud Kusnin, bisa berupa gambar, tulisan, yang memuat lambang filosofi agama. Tapi bisa juga hanya sekadar menyampaikan keindahan.
Sedangkan, ragam hias pada wastra yang berhubungan dengan simbol dan penggunaannya di negara-negara ASEAN, menurut Kusnin, berlangsung mengikuti fase sejarah.
Fase pertama, berlaku pada periode masa prasejarah. Ditandai dengan bentuk pola geometrik, yang dipahat di atas benda logam atau batu. Di Vietnam, periode masa prasejarah ini, berkembang suatu seni yang disebut sebagai seni Dong Son. Seni Dong Son merupakan hasil kebudayaan masyarakat prasejarah di era zaman logam.
Sedangkan fase berikutnya, yaitu ketika kebudayaan atau agama India (Hindu-Budha) memasuki negara-negara ASEAN. Di fase ini, tulis Kusnin, seni pola hias geometrik berkembang ke bentuk alam dan binatang, dan menjadi pola hias figuratif. Seni difungsikan sebagai lambang kosmos.
Biasanya, seni ini dipahat untuk hiasan bangunan candi. Ada juga yang dilukis di media kain untuk bendera serta emblem, lambang mandala dengan berbagai warna, digunakan sebagai alat upacara agama. Dan, setiap lukisan, baik bentuk maupun warna, mempunyai lambang filosofi.

Desain batik “Dong Son” yang turut dipajang di acara “Pameran Batik Eksplorasi Motif ASEAN”, Rabu (19/12/2018) pagi, di Museum Seni Rupa dan Keramik, Jalan Pos Kota, Nomor 2, Jakarta Barat. (KerisNews.com/Birul Sinari-Adi)
“Pola semacam itu juga digunakan sebagai kain “bira” atau “widan” untuk pakaian raja dan pejabatnya. Yang kemudian pola hias tersebut menjadi identitas seni bangsa di Asia Tenggara,” masih tulis Kusnin Asa di buku pameran.
Sementara, di Myanmar dan Thailand, seni arca dengan pola hias yang berlaku pada awal agama Budha berkembang di sana, sekitar abad ke-7 Masehi, memiliki identitas seni yang disebut “Dvaravati”. Seni arca, yang memiliki pola hias sebagai perlambangan menurut agama dan filsafat Hindu-Budha ini, merupakan perlambangan dari seni India masa Kerajaan Gupta yang disebut seni “Amaravati”.
Kusnin Asa, dalam pameran ini, sebagai pemilik hak cipta, menampilkan pola hias dari Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Thailand, Vietnam, Kamboja, Filipina, Myanmar, dan tentunya dari Indonesia, yang diapresiasi ke dalam batik.
Dan, Kusnin menampilkan batik “Parang Bedong” sebagai desain batik Malaysia. Penyajian desain batik ini diinspirasi oleh moto negara, yaitu sebagai simbol kesatuan dan kemuliaan. Batik ini memiliki simbol dekoratif berupa lingkaran penuh dengan gambar burung, singa, dan hibicus, serta parang bedong, dan bentuk kubah sebagai ornamen tepi.
Burung merupakan simbol negara yang berarti persatuan kejayaan, singa sebagai simbol kemegahan, dan hibicus sebagai kebanggaan bunga nasional Malaysia. Sementara parang bedong adalah seni dekorsi dengan ornamen parang bedong sebagai senjata peninggalan Malaysia. Dan, bentuk kubah, sebagai ornamen tepi, dipenuhi dengan kembang sepatu dan tanaman rambat.
Batik “Orchid City” menjadi nama desain batik Singapura. Anggrek yang merupakan identitas nasional memberi isi pada pola dekoratif, bersama singa, pola hias dunia, dan gambar kubistis yang dilengkapi gambar kehidupan kota etnis Tionghoa. Seperti bangunan klenteng, dan jembatan kota. Di antara daerah-daerah itu dihiasi dengan bermacam-macam bunga.
Presentasi desain batik Singapura terinspirasi oleh budaya Cina. Anggrek sebagai lambang kemajuan dan kebanggaan nasional Singapura. Dua singa merupakan simbol negara yang berarti kekuatan Singapura. Dan hiasan ornamen menggambarkan dinamika sosial Singapura.
Sedangkan penyajian desain batik Brunei Darussalam terinspirasi oleh seni kaligrafi Islam yang biasa diterapkan dalam Al Quran. Pola dekoratif adalah identitas nasional Kesultanan Brunei Darussalam. Oleh karena itu, Kusnin Asa, memberi nama “Batik Bintang Darussalam”.
Berbagai dekorasi diaplikasikan dalam desain batik Brunei Darussalam. Seperti kaligrafi Al Quran gaya Persia dan Timur Tengah, juga ada lambang bintang tertinggi yang biasanya disematkan di dada sebelah kanan, serta dinar koleksi museum Brunei Darussalam.
Jadi, tema batik Brunei Darussalam menggambarkan seni dekorasi elemen titik berdasarkan budaya Islam.

Foto bersama seusai acara pembukaan “Pameran Batik Eksplorasi Motif ASEAN”, Rabu (19/12/2018) pagi, di Museum Seni Rupa dan Keramik, Jalan Pos Kota, Nomor 2, Jakarta Barat. (KerisNews.com/Birul Sinari-Adi)
Dan, untuk desain batik Thailand, Kusnin Asa menghadirkan pola arsitektur candi (chedi) dalam bentuk makara. Karena itu, dinamai “Batik Chedi”. Tema batik di Thailand, kata Kusnin, dipengaruhi oleh banyak elemen seperti arsitektur, mitologi, dan simbol-simbol agama.
Tema desain batik di Vietnam juga dipengaruhi oleh banyak elemen, seperti arsitektur, dan simbol agama. Karena itu, untuk desain batik yang dinamai “Batik Dongson”, Kusnin Asa memakai bentuk-bentuk, seperti burung Phoenix, ikan dan burung, dua ikan dalam air, naga, singa, dekorasi teratai, dan juga tumpal Dong Son sebagai lambang kosmos.
Sementara, tema batik yang dinamai “Visnu Naga” menggambarkan seni dekorasi di Kamboja. Sehingga, ada niche yang biasanya digunakan sebagai hiasan di biara (caitya), naga, singa, berbagai macam bunga, tumpal (lambang ketuhanan), dan daun salam serta teratai.
Presentasi desain batik Filipina terinspirasi oleh kisah legendaris patung Yesus di Magellen Cebu. Cerita itu menjadi filosofi bagi orang Filipina. Karena itu, desain batik Filipina, oleh Kusnin, dinamai “Cebuano”, dan memiliki banyak elemen seperti simbol, agama, filsafat, dan seni etnis.
Sehingga, di batiknya ada ragam hias melati, kulit kerang dan tanaman merambat, matahari bersinar yang merupakan simbol agama sebagai pencerahan bagi rakyat Filipina, burung dan singa, dan ragam hias etnis berwarna biru, hitam, dan putih.
Kusnin Asa memberi nama batik “Negeri Seribu Stupa” untuk desain batik Myanmar. Pola hias negara Myanmar, yang dikenal sebagai negara seribu candi, adalah pola dekoratif figuratif mandala geometris. Terdiri dari empat tangga berbingkai teratai, lingkaran mandala chakra, dan sulur bunga. Di tepinya dihiasi segitiga teratai.
Dan terakhir, untuk batik Indonesia, Kusnin Asa menampilkan batik “Atmaraksa”, “Gurat Mega”, dan “Naga Funan”. Batik “Atmaraksa” bertolak dari “kain widan Atmaraksa” yang dipakai oleh para raja dan keluarganya pada masa Dinasti Sailendra, Mataram Kuno.
Sedangkan batik “Gurat Mega” menggambarkan lambang spiritual terhadap pencerahan Indonesia. Ragam hiasnya berupa gumpalan awan atau mega yang dibingkai oleh bidang geometris, yang menggambarkan keragaman budaya Indonesia, dalam bentuk bunga, simbol-simbol arsitektur, dan lingkaran kosmos.
“Eksplorasi terhadap ragam hias yang dituangkan pada batik ini diharapkan dapat menjadi sebuah bentuk diplomasi budaya di antara negara-negara ASEAN,” kata Esti Utami, Kepala UP Museum Seni, saat memberi sambutan, mewakili Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta.
No Responses