Nonton Keris Mataram di Yogya City Walk

Nonton Keris Mataram di Yogya City Walk
Koleksi menarik pusaka GBPH Yudaningrat salah satu pengageng Kraton Ngayogyakarta yang terpajang di etalasi Gedung di Yogyakarta City Walk oleh Komunitas Largangsir pada Kamis (7/11/2019). Dua contoh menarik di adalah keris di tengah, sampel pusaka era Hamengku Buwana VII dan nomor dua dari kanan, keris Mataram era Paku Buwana (Kartasura). Selebihnya kiri-kanan, adalah sampel Mataram Sultan Agungan. (Kerisnews.com/TiraHadiatmojo)

Sejarah dan dinamika kerajaan Mataram memiliki rentang eksistensi yang panjang, dari sejak awal berdirinya di era Panembahan Senapati pada akhir abad ke-16 sampai sesudah pecah pasca Perjanjian Giyanti, menjadi era Ngayogyakarta Hadiningrat dan Surakarta Hadiningrat sampai sekarang ini. Tidak heran jika keris-keris dari era kerajaan ini memiliki variasi yang beragam, seperti yang sekelumit dipertontonkan melalui Festival Keris Mataram oleh komunitas Largangsir Yogyakarta pada 1-7 November 2019 ini.

Keris-keris GBPH Yudaningrat yang lain, nomor dua dari kiri dan tiga, contoh keris tangguh Riyo Kusuman HB V serta paling kanan, Ganan Nagaraja tangguh Ngentho-entho Yogyakarta.

Keris-keris GBPH Yudaningrat yang lain, nomor dua dari kiri dan tiga, contoh keris tangguh Riyo Kusuman HB V serta paling kanan, Ganan Nagaraja tangguh Ngentho-entho Yogyakarta.
(Kerisnews.com/Tira Hadiatmojo)

Komunitas yang menggelar pameran pun menarik. Largangsir, komunitas yang baru muncul setahun ini dibidani oleh sejumlah seniman senirupa Institut Seni Indonesia Yogyakarta, baru memiliki anggota  11 orang. Tidak lagi sebatas seniman eks ISI Yogya, akan tetapi juga sejumlah tokoh muda lainnya, yang tak berafiliasi pada organisasi besar perkerisan nasional, baik itu Sekretariat Nasional Perkerisan Indonesia (SNKI) maupun Serikat Nasional Penggemar Tosan Aji (Senapati) Nusantara.

“Kami memang komunitas independen, yang gagasannya membuat paguyuban muncul ketika ada peringatan Dies Natalis Institut Seni Indonesia Yogyakarta di kampus pada tahun 2018 lalu,” kata Hedi Hariyanto, alumni ISI salah satu pencetus paguyuban, kepada Kerisnews Kamis (7/11/2019) malam, hari terakhir pameran.

Ketika pameran pada hari lahir ISI di kampus mereka akhir tahun 2018 itu sejumlah seniman eks ISI menggelar pameran keris yang dimiliki para alumni ISI. Terus berlanjut pada pameran keris di situs Prabu Boko di pebukitan Candi Boko di Selatan Yogyakarta, dimotori komunitas yang justru bukan seniman eks ISI, Nilo Suseno awal 2019. Pameran keris-keris Mataram itu diikuti pula kegiatan jamasan, di rumah Kalang (pedagang-pedagang di Kotagede), serta Festival Keris Mataram di bekas Gedung KONI DI Yogyakarta, di Yogya City Walk awal November ini.

Salah satu pemandangan menarik pameran di etalase Yogya City Walk 1-7 November ini, di antaranya adalah munculnya koleksi keris-keris Mataram yang dimiliki salah satu pengageng di Kraton Ngayogyakarta, Gusti Yudho, GBPH Yudaningrat.

Etalase keris-keris Gusti Yudaningrat ini menyuguhkan berbagai variasi keris Mataram, dari sejak era Senapati, Sultan Agung, era Hamengku Buwana (HB) V dan keris-keris Sri Manganti-nya, serta era yang lebih modern, seperti tertampil pada sebuah keris Ganan (keris berrelief naga di gandhiknya) dari tangguh Ngento-Entho. Era Ngentho-entho, adalah era terakhir Ngayogyakarta yang dimulai pada keris-keris Jogja bikinan leluhur Empu Djeno Harumbrodjo dan orang tuanya, Supawinangun di Yogyakarta. Nama Ngentho-entho banyak dikenal di kalangan pakerisan nasional, akan tetapi tidak banyak yang tahu seperti apa sampel-sampel keris gaya khas Yogyakarta tersebut.

Sampel pusaka tangguh HB V Sri Manganti koleksi GBPH Yudaningrat di Pameran Keris Festival Keris Mataram di Yogya City Walk.

Sampel pusaka tangguh HB V Sri Manganti koleksi GBPH Yudaningrat di Pameran Keris Festival Keris Mataram di Yogya City Walk.
(Kerisnews.com/Tira Hadiatmojo)

Dua etalase yang menyuguhkan sembilan keris koleksi Gusti Yudho misalnya, juga menyuguhkan keris-keris Mataram awal yang disebutkan berasal dari era Paku Buwana (Mataram Kartasura). Sementara belasan keris lainnya dari kolektor-kolektor Yogyakarta, lebih banyak ragamnya lagi. Ada keris Senopaten, dan berbagai keris Hamengkubuwanan.

Di Yogyakarta sendiri, sudah ada paguyuban keris yang lama berdiri, Pametri Wiji (Paheman Memetri Wesi Aji) dan Mertikarta (Pemerhati Tosan Aji Yogyakarta). Dua paguyuban ini praktis sudah memilik perjalanan panjang dalam hal apresiasi terhadap tosan aji di Yogyakarta, di antaranya sarasehan berkala yang sering digelar di Dalem Puspo (tempat tinggal kini dr Kunyun, salah satu trah HB VII), atau berbagai pagelaran pameran Mertikarta yang berafiliasi pada komunitas besar perkerisan nasional, Senapati.

“Di Pametri Wiji, umumnya terdiri dari para sesepuh-sesepuh perkerisan yang berwibawa, susah kami yang muda-muda mendebat. Sementara komunitas kami, Largangsir, berusaha mendekati masyarakat awam, kaum muda, yang lebih bebas berdebat soal keris,” ungkap Timbul Waluyo, yang seperti juga Hedi Hariyanto, adalah seniman eks Senirupa ISI Yogyakarta.

“Selama ini, apresiasi orang terhadap keris lebih banyak aspek mistisnya. Keris itu medèni (menakutkan), serem, seperti di sinetron-sinetron. Kami berupaya menampilkan keris agar lebih populer ke masyarakat yang seumur, sekelas, masyarakat awam sehingga bisa berdebat,” tutur Hedi Hariyanto pula.

Selain menampilkan koleksi Gusti Yudho, pameran oleh komunitas Largangsir di Yogya City Walk ini juga mengetengahkan sejumlah koleksi klasik keris-keris milik Museum Sonobudoyo.

Pokoknya, dunia perkerisan belakangan ini memunculkan ide-ide independen yang menarik. Bahkan di Jakarta pun, muncul komunitas Astajaya, yang bersedia bekerja sama dalam berbagai aktivitas organisasi besar nasional, entah itu SNKI ataupun Senapati. Merdeka pokoknya.

Salah satu sampel keris ganan (keris berrelief) Nagaraja, koleksi keris Ngentho-entho milik GBPH Yudaningrat di Festival Keris Mataram oleh Komunitas Largangsir Yogyakarta.

Salah satu sampel keris ganan (keris berrelief) Nagaraja, koleksi keris Ngentho-entho milik GBPH Yudaningrat di Festival Keris Mataram oleh Komunitas Largangsir Yogyakarta.
(Kerisnews.com/Tira Hadiatmojo)

DiJakarta, Astajaya bahkan bekerja sama dengan Museum Pusaka Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dengan mendirikan secara swadaya, sebuah besalen tempat pembuatan keris di samping halaman museum. Karena motivasinya mempelajari teknik-teknik klasik pembuatan keris, dan langkah-langkahnya dicatat, maka besalen independen di Jakarta itu pun menyebut dirinya, Besalen Laboratorium. Sudah setidaknya menghasilkan 18 keris sejak dua tahun terakhir, yang masing-masing memiliki catatan pembelajaran, dari sisi tempa tradisional.

Salah satu pedomannya, adalah kitab Serat Pandameling Duwung yang berisi tuntunan membuat keris (diterbitkan era Paku Buwana X awal abad ke-20), yang sebenarnya merinci berbagai cara pembuatan keris dari konon era Empu Supa Majapahit sampai nom-noman Mataram, tentunya Surakarta dan era Ngayogyakarta. *

banner 468x60

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Leave a Reply