Merempos Pethèl Budo Jadi Keris Pusaka

Merempos tosan aji dan mendaur ulangnya menjadi keris baru sudah barang tentu bukan hal yang tak lazim. Hanya saja banyak yang menganggapnya tabu, secara fisik dan spiritual. Tetapi demi kawruh, pengetahuan besalen GuloKlopo di Taman Mini Jakarta Timur melakukannya.
Percobaan pertama yang dirempos adalah sebuah wadung kuno, wadung temuan yang dibeli dari Jawa Timur – yang populer di perbakulan keris sebagai “pethèl budo”. Berbagai benda kuno, yang terkadang bentuknya sudah nggak karuan termakan zaman, utamanya besi-besi “kabudan”, memang lazim dirempos menjadi keris demi untuk diperjual-belikan kembali. Di kalangan perdagangan keris menjadi lebih berharga dari menjual bentuk semula yang sudah nggak berbentuk lagi.
Semula dipilih dapur atau model Tilamupih. Model paling lazim yang terdapat hampir di setiap zaman kerajaan di Jawa di masa lalu, yang rancangannya digambar oleh Ferry Yuniwanto. Pilihan garapnya, tadinya langgam Tuban. Tetapi karena bahannya cupet, maka dialihkan menjadi keris berdapur Sepang. Dapur keseimbangan, tidak kalah filosofisnya dibanding dapur wajib, Tilamupih. Pakai rancang bangun dan digambar, lantaran dalam pembelajaran pertama, selain belajar menempa — juga belajar membuat sesuai langgam. Hasil dari pembelajaran tangguh, selama sekian tahun para penggemar tosan aji Jakarta ini.

Sertifikat Kiai Janardana garapan Kohin Abdul Rohim 2017
Aksi peremposan pethèl itu terjadi persis bertepatan dengan perayaan 72 tahun hari Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 2017, hari pertama api besalen di pojokan belakang halaman Museum Pusaka Taman Mini mulai menyala. Jangankan nama besalen “GuloKlopo” yang hingar bingar itu. Paron atau landasan tempa pun belum komplet. Masih berupa paron bulat, paron kuno yang biasa dipakai untuk membuat alat pertanian, ataupun pisau dan arit. Beberapa hari kemudian, baru datang paron beneran, “paron buaya” buatan Eropa yang kemungkinan berasal dari tempat pande senjata kuno di Ciamis seberat 150 kg.
Meski sebenarnya merupakan hasil tempaan pertama, namun ternyata hasil remposan pethèl budo yang nantinya mendapat julukan gelar Kiai Janardana ini mendapat nomor register GuloKlopo (GK) 002, karena finishingnya kalah cepat dari Kiai Adhipramana GK 001 dengan pamor bahan knalpot Honda Grand 1994 yang bikin gempar, lantaran laku Rp 20 juta itu.
Nasib Kiai Janardana tidak dipergunjingkan, karena tidak dilelang seperti dua keris perdana lainnya dari besalen seumur jagung, GuloKlopo ini. Keris ini malah hanya dihibahkan untuk disimpan di Museum Pusaka Taman Mini Indonesia Indah, agar dikenang dan dipajang sebagai hasil perdana besalen Museum GuloKlopo.

Bahan Pethel Budo atau Wadung kuno temuan yang diduga darai zaman Kabudan yang dirempos sebagai bahan Keris Kiai Janardana. (Kontributor/Ferry Yuniwanto)
Meski keris remposan dari pethèl budo, Kiai Janardana yang berdapur sepang garapan pande muda Kohin Abdul Rohim (40) ini tampilannya kerèn. Garapnya apik, dan tantingannya ringan sekali. Dan konon, kata Kohin, memang keris-keris remposan dari pethèl budo kalau ditempa ulang, tantingannya akan ringan sekali. Di perbakulan keris, sering orang tersilap melihat, dikiranya ini keris kuno Majapahit.
Tempa pertama dilakukan oleh penggebuk besalen, Kohin Abdul Rohim, Arifin, Ferry Yuniwanto, Purbo Kuncoro, dan Ki Lurah Besalen Mas Tok Andrianto, serta ponggawa komunitas tosan aji Jakarta Astajaya, seperti Fitra Sudibyo dan Ardan Trias. Finishing garap, sama sekali dikerjakan oleh Kohin yang memang paling berpengalaman menggarap keris, membesut keris, “ngowahi keris dagangan” sampai mendapat peringat dalam lomba membentuk keris, ataupun lomba tosan aji lainnnya.

Kohin Abdul Rohim dengan keris garapannya berdapur Campur Bawur langgam Majapahitan di Lomba Keris Nasional di Museum Mpu Tantular Surabaya 2012
Salah satu reputasi Kohin yang dikenal kalangan perkerisan, adalah garap keris dengan dhapur langka – Campur Bawur, dengan langgam Majapahit. (Sepang Kiai Janardana kali ini pun langgamnya Majapahitan, tangguhnya tentu saja ya GuloKlopo Taman Mini). Keris Campur Bawur garapan Kohin, tempaan Madura, mendapat juara Harapan I di Lomba Pembuatan Keris Tingkat Nasional 2012 di Museum Mpu Tantular Sidoarjo, Jawa Timur.
Prestasi lain Kohin di perkerisan adalah juara ke-8 di Lomba Keris Kamardikan dalam rangka Keris for The World (KFTW) di Galeri Nasional, Jakarta 2010. Juga pernah sepuluh besar di Lomba Estetika Keris di Pagelaran Yogyakarta pada tahun yang sama.
“Saya tidak belajar khusus bikin keris. Langsung membikin keris dalam Lomba Keris di Bentara Budaya Jakarta tahun 2006,” kata Kohin pula. Dalam Lomba Keris yang digelar di depan pelataran Bentara Budaya Jakarta di depan gedung Kompas Gramedia , dalam acara yang disponsori Rahmat Gobel, dengan Panasonic-nya.
Perjalanan hidupnya berkeris seperti juga perjalanan hidupnya selama ini, lintang pukang dan tanpa proses panjang belajar. Sebelum di Jakarta, Kohin sejak SMP pintar menggambar. Dan di bangku STM selalu dapat nilai tinggi menggambar mesin. Pernah menjadi mekanik motor di Surabaya, kerja di pabrik, jadi supir, pengemui forklift ataupun loader. Sebelum akhirnya terdampar menjadi mranggi, pembuat warangka keris di Cipinang Besar Jatinegara, ikut mranggi yang lebih senior waktu itu – Andrianto Mas Tok yang kemudian menjadi kakak iparnya.
“Pengharapan saya ketika menggarap keris ini, ya seperti sepang. Keseimbangan…,” kata Kohin. Agar terjadi keseimbangan pula di dunia perkerisan, antara senior dan yunior, antara organisasi satu dan organisasi lain yang tidak cair hubungannya akhir-akhir ini. Juga di dunia politik….*

Seremonial penyerahan Keris Kiai Janardana karya besalen GuloKlopo dari Ketua Komunitas Tosan Aji Jakarta, Astajaya, Cakra Wiyata kepada Direktur Utama TMII Dr AJ Bambang Soetanto saat pergelaran Wayang Diponegoro di Museum Pusaka TMII. (KerisNews.com/Birul Sinari-Adi)
No Responses