Api Besalen Mloyokusuman Menyala Lagi


Gusti Bendoro Pangeran Haryo (GBPH) Yudhaningrat adik Sri Sultan Hamengku Buwana X dari Ngayogyakarta, mendapat giliran pertama menempa di besalen baru Mloyokusuman, Minggu (8/9/2019) siang. Selain Gusti Yudho, di antara para hadirin yang diminta menempa pertama di antaranya adalah sesepuh dan tokoh nasional perkerisan Kanjeng Pangeran (KPA) Wiwoho Basuki Tjokrohadiningrat, dan juga bangsawan Surakarta, Gusti Puger, dan sejumlah tokoh perkerisan lain.
(Kerisnews.com/Jimmy S Harianto)
Setengah abad lebih api besalen Mloyokusuman padam. Hari Minggu (8/9/2019) tengah hari, api tempat pembuatan keris itu kembali dinyalakan meskipun tidak lagi di pojok kebun belakang Dalem Mloyokusuman, akan tetapi di pojok depan halaman. Mloyokusuman adalah salah satu dalem (tempat tinggal bangsawan) tertua di Baluwarti, Kraton Surakarta.
“Sampai pertengahan 1960-an, Pak Dhé Mloyocurigo masih menempa,” tutur Kanjeng Raden Ayu (KRAy) Ambarkusumo alias Dewi Syailendrastuti Sunaryo Putri, salah satu cucu Gusti Pangeran Haryo (GPH) Mloyokusumo, ketika ditemui Kerisnews di dalem Mloyokusuman beberapa saat lalu. Setelah itu, tidak ada kegiatan tempa keris sama sekali di besalen Mloyokusuman.
Mloyocurigo adalah salah satu putra mendiang GPH Mloyokusumo, seorang Pangeran yang juga Empu pembuat keris di masa pemerintahan raja Surakarta Paku Buwana (PB) X. Sedangkan Mloyokusumo sendiri adalah salah satu dari 58 putra Paku Buwana IX.

Kirab Pusaka yasan mendiang Gusti Pangeran Haryo (GPH) Mloyokusumo dilakukan keliling dalem, sampai kebun halaman belakang dan depan, sampai ke lokasi baru besalen di halaman depan. Pusaka yasan Mloyokusumo yang diarak ini adalah pusaka yang dibabar beliau, ketika merayakan Hari Ulang Tahunnya yang ke-40 di abad silam, dan panjang bilah pun 40 cm dengan gaya pembuatan, gabungan antara Amangkurat Mataram dan bahkan sepintas mirip keris Yogyakarta.
(Kerisnews..com/Tira Hadiatmojo)
“Besalen Mloyokusuman ini nanti akan menjadi besalen pertama yang memiliki aplikasi yang bisa diunduh publik. Demikian juga bagi pemilik koleksi produk besalen Mloyokusuman akan bisa mengakses produk-produk Mloyokusuman yang lain yang terdapat pada galeri koleksi,” kata Ir Ferry Febrianto, salah satu pemrakarsa dinyalakannya kembali api besalen Mloyokusuman yang sudah lama padam. Selain penggemar keris, Ferry Febrianto yang pimpinan eksekutif sebuah perusahaan publik ini adalah juga penggagas berbagai kreasi keris-keris karya masa kini, yang disebut sebagai keris-keris kamardikan.
Empat tokoh yang mereka sebut sebagai Satrya Prepat, merupakan inisiator dibangkitkannya kembali kegiatan pembuatan keris di lingkungan Baluwarti, di dalam tembok Kraton Surakarta ini. Keempat satria ini adalah Kanjeng Agus Rusbagyo (KPH Kuncaraningrat Adikusumo), Ir Ferry Febrianto, ki empu Rony Krist dan Herry Suryo Wibowo seorang penggemar keris. Kanjeng Agus Rusbagyo dan isterinya KRAy Ambarkusumo cucu KPH Mloyokusumo adalah penghuni Dalem Mloyokusuman saat ini.
Kalau saja ada upaya mencatat “rekor menyalakan api besalen tercepat” di dunia perkerisan? Mungkin besalen Mloyokusuman yang terlahir kembali ini (Mloyokusuman ReBorn, seloroh Ferry Febrianto) adalah yang tercepat.

Beksan atau tarian gemulai dari putri-putri bangsawan pun mewarnai pendopo Dalem Mloyokusuman, pada saat acara penyalaan kembali api besalen Mloyokusuman, yang sudah lama padam.
(Kerisnews.com/Tira Hadiatmojo)
“Persiapan membangkitkan kembali besalen ini hanya dua minggu,” ujar Ferry Febrianto, yang di masa silam pernah menjadi pejabat eksekutif sebuah BUMN (Badan Usaha Milik Negera) yang melaksanakan pembangunan transportasi kota metropolitan Jakarta. Selepas dari perusahaan tersebut, Ferry pernah memimpin BUMN Pegadaian. Kini ia pejabat di Patra Jasa, anak perusahaan Pertamina.
“Saya sendiri terkejut, hanya sehari setelah ngobrol berempat, malam hari saya ditelpon pak Ferry, bagaimana kalau besalen (yang sudah lima puluh tahun tidak aktif) ini dihidupkan,” tutur Kanjeng Agus Rusbagyo, tuan rumah yang menghuni dalem Mloyokusuman. Padahal, ketika berempat bertemu, Ferry hanya mengatakan ingin makan bakmi di dekat dalem Mloyokusuman.
Dalam tiga hari setelah pertemuan, paving untuk besalen sudah disusun, atap dirapikan dan dalam dua minggu, sudah siap paron (landasan tempa), alat-alat martil, palu, pethil, tang jepit. Rony Krist, empu muda yang sebenarnya juga mempunya besalen sendiri bersama penempa-penempa muda, yang mengadakan peralatannya.
“Hari pertama pembukaan, sudah sekitar 20 orang memesan keris. Itu sudah perlu waktu dua tahun untuk menyelesaikannya,” ungkap Ferry Febrianto. Konsep besalen, menurut Ferry Febrianto adalah “nunggak semi” (meneruskan tumbuh) besalen lama, besalen Mloyokusuman yang menembus tiga raja, dari sejak pemerintahan PB X, PB XI dan PB XII.

Gusti Puger, kerabat keraton Surakarta juga diminta untuk menempa di hari pertama dinyalakannya kembali besalen Mloyokusuman, Minggu (8/9/2019) siang itu. Empu muda, Rony Krist memegang tang jepit agar saton membara digebuk Gusti Puger.
(Kerisnews.com/Jimmy S Harianto)
Namun, meskipun “nunggak semi” besalen lama, menghargai leluhur, tempat pembuatan keris di lingkungan Baluwarti Kraton Surakarta ini juga dimaksudkan agar generasi muda meneruskan karya-karya leluhur yang pernah terhenti setengah abad.
“Produksi besalen Mloyokusumo adalah gabungan, antara tradisi dan modern,” kata Ferry Febrianto sang konseptor. Secara seloroh, besalen Mloyokusuman kali ini adalah “Besalen 4.0” alias Besalen Milenium.
“Setiap produksi ada sertifikat, dan ada QR code yang apabila diklik langsung keluar spesifikasi teknisnya. Bisa diunduh di Android ataupun IPhone dengan terlebih dulu mengunduh aplikasinya. Dan bahkan bisa pesan bilah secara online,” kata Ferry, “Kalau di luar ada Go Food, di keris katakanlah ada ‘Go Keris’ dari Mloyokusuman,” tuturnya pula. Dari sisi marketing dan sales-nya kekinian, akan tetapi tetap nguri-uri teknik tempat keris secara tradisional.
Acara sederhana, yang hanya diisi doa sholawat serta acara tari-tarian dari lingkungan kraton, menarik perhatian kalangan tokoh perkerisan dari Surakarta, akan tetapi juga dari luar kota. Bahkan bangsawan Yogyakarta, Gusti Yudhaningrat – adik Sultan Ngayogyakarta, Hamengku Buwana X – ikut hadir dan jadi salah satu penempa pertama besalen. Juga hadir menempa pertama di besalen, tokoh perkerisan nasional KP Wiwoho Basuki Tjokronegoro, dan tokoh-tokoh perkerisan lain, di samping juga bangsawan Surakarta, Gusti Puger.
“Bagi mereka yang memesan pada hari pembukaan, akan menerima Golden Certificate (sertifikat emas) yang hanya dikeluarkan pada hari perdana kali ini,” kata Ferry Febrianto. Sampai sebelum acara dilakukan, sudah ada 9 pesanan plus tiga pesanan sendiri berupa tiga garap perdana besalen Mloyokusuman. Sampai acara penyalaan kembali api besalen berlangsung, sudah mencapai jumlah 20 pesanan dengan masing-masing nilai Rp 10 juta perbilah…
Besalen Mloyokusuman lama yang dulu aktif semasa pemerintahan PB X, menghasilkan keris-keris yang tidak hanya memiliki kekhasan dalam gaya, akan tetapi juga biasa dibikin dengan muatan spiritual. Di lokasi lama besalen, di pojok kebun belakang Mloyokusuman, ada tersisa sebuah bangunan yang menurut Kanjeng Agus Rusbagyo, adalah tempat dulu KPH Mloyokusumo bermeditasi saat melakukan proses pembuatan keris.

Keris yang bergelar Kanjeng Kiai (KK) Liman Kaleban, salah satu pusaka yang pernah dimiliki Kraton Surakarta, menurut pihak keluarga adalah salah satu karya Pangeran Empu GPH Mloyokusumo, ketika pada masa PB X terjadi banjir di Gajahan dan menandai pembangunan tanggul Bengawan Solo di abad ke-19. Repro dari buku Tafsir Keris karya Toni Junus. Juga tombak karya beliau, di sebelah kanan.
(Kerisnews.com/Tira Hadiatmojo)
Keris Kanjeng Kiai (KK) Liman Kaleban – keris era PB X berlekuk tujuh yang berhias relief gajah tinatah emas di bagian – menurut pihak keluarga Mloyokusuman, merupakan keris buatan “Empu” Pangeran Mloyokusumo. Keris yang bergelar Kanjeng Kiai ini pernah menjadi pusaka Kraton Surakarta. Selain itu, menurut keterangan pihak keluarga, di antaranya KRAy Ambarkusumo cucu KPH Mloyokusumo, besalen Mloyokusuman Solo ini di masa lalu memiliki hubungan dekat dengan bangsawan Yogyakarta, Sri Paku Alam VIII.
“Sri Paku Alam sering singgah di Mloyokusuman. Dan kalau berbincang dengan ayah (KPH Mloyomiluhur, salah satu putra GPH Mloyokusumo) bisa dari petang sampai dinihari,” kata KRAy Ambarkusumo. Ambarkusumo adalah cucu GPH Mloyokusumo, dan salah satu dari enam putra KPH Mloyomiluhur. Bangsawan Kadipaten Pakualaman juga sesekali memesan keris ke besalen Mloyokusuman.
Dan kebetulan, KRAy Ratnaningrum, isteri Paku alam VIII kebetulan adalah putri Surakarta, cucu dari Paku Buwana III. Itu pula salah satu sebabnya, kenapa keris-keris Pakualaman memiliki gaya campuran antara Yogyakarta dan Solo. Dan tentunya tidak secara kebetulan, jika keris-keris Mloyokusuman memiliki kemiripan dengan keris-keris yang di Yogyakarta dikenal sebagai keris-keris gaya Pakualaman. *

Meski bukan acara pameran keris, namun gawe pembukaan kembali Besalen Mloyokusuman yang sudah lebih setengah abad padam ini pun, menarik berbagai tokoh nasional perkerisan untuk datang. Seperti KPA Wiwoho Basuki Tjokrohadiningrat (nomor dua dari kiri, beskap abu-abu), Gusti Puger (nomor tiga dari kiri) dan Kanjeng Agus Rusbagyo (nomor tiga dari kanan).
(Kerisnews.com/Tira Hadiatmojo)

Tokoh-tokoh perkerisan dari Surakarta, Yogyakarta, Jakarta, Surabaya, dan Malang tak melewatkan kumpul-kumpul kali ini dengan berpotret bersama di depan Dalem Mloyokusuman, Baluwarti, Surakarta, Minggu (8/9/2019)
(Kerisnews.com/Tira Hadiatmojo)
TelusuriJanuary 25, 2022 at 1:19 pm
Wah baluwarti emang terkenal dengan wisata budaya dan sejarah yaa