Nasib Pusaka Wiralodra

Acara Jamasan Pusaka peninggalan Tumenggung Wiralodra (Tokoh pendiri Kabupaten Indramayu, Jawa Barat) dan keturunannya yang telah dilaksanakan pada akhir bulan September yang lalu masih meninggalkan beberapa kisah yang patut direnungkan. Mulai dari berkumpulnya beberapa cabang keluarga Trah Wiralodra, tidak dikeluarkannya seluruh Pusaka peninggalan Trah Wiralodra untuk dijamas sampai dengan ketidakhadiran Bupati dan Wakil Bupati pada acara Jamasan Pusaka tersebut. (Tulisan tentang Jamasan Pusaka Trah Wiralodra telah dimuat dalam artikel lain di kerisnews.com).
Sehari sebelum acara Jamasan Pusaka sebenarnya pihak Trah dan komunitas Pusaka meminta kepada sang Juru Pelihara Pusaka agar pada saat jamasan nanti seluruh Pusaka yang pernah dititipkan oleh keluarga ke Pemda Indramayu sejumlah 26 item (belum termasuk pusaka titipan yang disusulkan) dikeluarkan. Alasan permintaan tersebut ada dua hal, pertama acara jamasan tersebut menghadirkan seluruh keturunan Wiralodra sehingga akan diperkenalkan kepada keluarga lainnya utamanya generasi muda, kedua untuk melakukan pengecekan dan inventarisasi.

acara Jamasan Pusaka peninggalan Tumenggung Wiralodra dan keturunannya, sabtu 29/9/2018 bertempat di Pendopo Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. (Kontributor/Tarka Sutarahardja)
Aspirasi dari Pihak Trah tersebut bukan tanpa alasan, menurut penuturan R. Arief Rahman (Generasai ke-11 Wiralodra) sejak kasus pencurian beberapa Pusaka di kediaman Pribadi Jupel pada bulan Juni 2018 kemarin, keluarga besar Trah Wiralodra merasa khawatir karena ternyata Benda Pusaka sering dibawa pulang ke kediaman pribadi sang Jupel. Padahal sesuai surat perjanjian penitipan tertanggal 16 September 2001 dan diperbaharui dengan surat peminjaman resmi pada tanggal 7 Okotber 2003 antara Trah Wiralodra dan Pemda Indramayu yang ditandatangani oleh R. Sutadji KS (selaku pihak kesatu) dan H. Irianto MS. Syafiudin Bupati saat itu (selaku pihak kedua) yang memuat beberapa hak dan kewajiban antara dua pihak seharusnya tempat penyimpanan Pusaka tersebut berada di lingkungan Pendopo Kabupaten.
Pihak Jupel pusaka saat dikonfirmasi oleh Kerisnews.com memberikan alasan bahwa pihakya begitu peduli dengan kelestarian dan keamanan pusaka-pusaka tersebut, sehingga pada saat ada pusaka yang mulai berkarat dan kotor atau akan dibuatkan sandangannya maka biasanya pusaka tersebut dibawa di kediaman pribadinya.

R. Arief Rahman, SE Bin R. Sudarto Bin R. Arkat Karta Sujatma saat acara Jamasan Pusaka di Pendopo Indramayu 29/9/2018. (kerisnews.com/Iskandar Z)
Masih menurut R. Arief Rahman diantara kewajiban Pemda sesuai surat perjanjian tahun 2003 adalah : menyiapkan ruangan dan tempat yang layak untuk menyimpan benda-benda pusaka peninggalan Keluarga Besar Raden Arya Wiralodra, Wajib menyimpan, memelihara dan menjaga kelestarian benda-benda Pusaka, berhak memamerkan benda-benda pusaka kepada tamu pemerintah daerah maupun kepada masyarakat luas berkaitan dengan pagelaran budaya, pameran ataupun kegiatan lainnya yang dipandang dapat meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap benda-benda pusaka peninggalan keluarga besar Raden Arya Wiralodra, berkewajiban menjaga keamanan benda-benda pusaka, dilarang memindahtangankan, menyerahkan atau memberikan satu atau sebagian atau seluruhnya benda-benda pusaka kepada pihak lain.
Fakta dilapangan ternyata sejak tahun 2001 benda-benda Pusaka tersebut hanya ditempatkan di Pos jaga satpol PP (pamong praja) yang berada di komplek Pendopo Kabupaten. Terdapat dua Pos jaga sebalah kiri pendopo bernama Bangsal Pancaratna dan sebelah kanannya bernama Bangsal Pancaniti. Benda-benda Pusaka tersebut ditempatkan di Bangsal Pancaniti sejak tahun 2001 sampai sekarang.

Bangsal Pancaniti yang berada si sisi ssayap kanan Pendopo Kabupaten Indramayu, tempat penyimpanan pusaka-pusaka Trah Wiralodra. (Kontirbutor/Astadharma).
Penitipan dan peminjaman Benda Pusaka oleh Pemda Indramayu sebenarnya bukan saja terjadi pada tahun 2001, namun sejak tahun 1977 Pemda sudah sering meminjam pusaka ke pihak Trah Wiralodra guna kepentingan kegiatan Pameran dan Kirab hari Jadi Indramayu.
Pada tanggal tahun 1977 R. Sudarko (Trah R. Krestal Wiralodra VII) mengirim surat kepada Adiknya yaitu R. Superti yang berisikan niatan pihak keluarga R. Sumarta –yang merawat sebagian Pusaka Wiralodra– meminjam sebagian pusaka lagi yang dirawat oleh Ibu Superti berupa Cakra, Keris Ki Bengkelung dan Baju Kiai Tambal untuk disatukan dengan Pusaka lainnya dan dipinjamkan ke Pemda.

Foto beberapa Pusaka peninggalan Tumenggung Wiralodra, tampak pada barisan tengah Pusaka Cakra tanpa landeyan/tangkai, empat keris diantaranya Keris Mas, dua pedang salah satunya pedang Ki Klewang, dan Jubah Kiai tambal. Dibelakang foto ini terdapat tulisan “Sukarno S, R. Superti-Wiralodra Arjawinangun. (Kontributor/Dewi)
Kemudian sesuai dokumen yang disimpan oleh keluarga R. Arief Rahman pada tahun 1988 Bupati Indramayu H. Adang Suryana dengan mengutus keluarga Wiralodra lainnya bermaksud meminjam Pusaka Cakra pada R. Sudarto Bin R. Arkat Karta Sujatma (Adik R. Sumarta) dengan tujuan akan dikirab pada momen peringatan hari Jadi Indramayu. Kemudian pada tahun 1989 Bupati H. Adang Suryana kembali mengirim surat kepada pihak keluarga yang isinya menyatakan permohonan agar Pusaka Cakra tetap berada di Pemda karena akan dikirab setiap tahun bersama panji tunggul lainnya dan akan dirawat dengan sebaik-baiknya.

Iring-iringan kirab Pusaka sekitar tahun 1970-an dengan rute dari Pendopo menuju gedung Wisma Dharma Indramayu. Tampak pemimpin iringan kirab berbascap putih adalah R. Sumarta Karta Sujatma dengan membawa tombak Kiai Tlempek dibelakangnya berdiri tegak Tombak Cakra dengan balutan kain bludru hitam dan beberapa pusaka lainnya dibawa dengan baki beralaskan kain bludru hitam. (Kontributor/R. Inu Danubaya).
Kemudian pada sekitar tahun 1990-an Periode Bupati Indramayu H. Ope Mustofa (1990-2000) ada kabar bahwa Pusaka Cakra telah berpindah tangan di kediaman pribadi salah seorang pejabat Pemerintah Provinsi Jawa Barat di Bandung.
Menurut penuturan R. Sudarto pada saat acara audiensi dengan Sekda Indramayu selepas acara Jamasan Pusaka di Pendopo akhir September yang lalu, pihaknya hanya tahu bahwa Pusaka dititipkan di Pemda sejak tahun 1988, dengan pemikiran selain dirinya sering berpindah-pindah kediaman juga agar masyarakat luas bisa menyaksikan benda Pusaka warisan leluhurnya, dan ketika mendengar kabar bahwa Pusaka Cakra hilang atau berpindah tangan ke Bandung pihaknya sangat menyayangkan kejadian tersebut.

Simbolisme penitipan/peminjaman 26 item benda Pusaka Trah Wiralodra diwakili oleh R. Inu Danubaya Bin R. Sumarta Karta Sujatma kepada Pemda Indramayu dalam hal ini diterima Pusaka Cakra oleh Bupati H. Irianto MS. Syafiudin pada tahun 2001 bertempat di Pendopo Indramayu. (Kontirbutor/R. Inu Danubaya)
Kemudian pada masa kepemimpinan Bupati H. Irianto MS. Syafiudin (2000-2010) atas desakan beberapa pihak membentuk Tim pengumpulan kembali Pusaka-pusaka leluhur Indramayu dengan menerbitkan Surat Perintah (SP) tertanggal 1 September 2001 sebagai bentuk kepedulaian akan kelestarian benda peninggalan leluhur Indramayu.
Nama-nama di dalam Surat Perintah (SP) 1 September 2001 tersebut adalah Drs. Moh. Sofyan, MM, MBA yang saat itu menjabat sebagai Wakil kepala Dinas PU Bina Marga, Trisula Baedi, BA menjabat Kabag Perlengkapan Setda Kab. Indramayu, Drs. Suwito Handoyo menjabat Kabag Umum Setda Kab. Indramayu dan Dasuki. SP 1 September 2001 tersebut berisi perintah untuk mendata, mencari dan mengumpulkan barang-barang/benda-benda bersejarah yang berkaitan dengan Babad Dermayu serta melaporkan hasil kegiatan tersebut sebagaimana ketentuan yang berlaku.
Selain mengeluarkan Surat Perintah Bupati Indramayu juga mengeluarkan surat tertanggal 30 Juni 2001 berisi permohonan pengembalian/penyerahan Pusaka Cakra yang berada di Bandung.
Dan terjadilah momen seremonial penyerahan kembali Pusaka Cakra ditambah dengan pusaka Trah Wiralodra lainnya dengan total sebanyak 26 item Pusaka kepada Pemda Indramayu pada tahun 2001. Dalam surat penitipan tahun 2001 Perwakilan Trah Wiralodra saat itu diwakili R. Inu Danubaya sedangkan Pemda Indramayu yang diwakili oleh H. Dasuki yang kemudian diangkat menjadi Juru Pelihara Pusaka oleh Bupati saat itu Irianto MS. Syaifudin.

Sesi foto bersama setelah seremonial penyerahan/penitipan Benda Pusaka dari keluarga besaar Trah Wiralodra kepada Bupati Indamayu. Dari kiri: Dasuki, R. Yeti, R. Sutadji, Bupati Indramayu Irianto MS Syaifudin, R. Inu Danubaya, dan R. Kasan Wiradibrata. (Kontributor/R. Inu Danubaya).
Namun sejak tahun 2001 sampai dengan tahun 2018 janji tempat yang layak berupa Museum belum terealisasi. Menurut R. Surisyono S yang sejak dua tahun terakhir kembali mendalami permasalahan ini menyimpulkan bahwasanya otoritas Penguasa Indramayu dan pihak yang berkepentingan hanya memanfaatkan “Daya” atau “Kharisma’ dan ketenaran Pusaka Cakra Wiralodra saja tetapi tidak benar-benar peduli dengan kewajiban dan pengelolaan yang baik.
“Untung saja pusaka yang dibawa pulang kekediaman sang Jupel pada saat adanya kejadian pencurian kemarin bukan Pusaka Cakra, coba seandainya Cakra yang dibawa kerumah dan dicuri, mau siapa yang bertanggung jawab?Trah harus menuntut kesiapa? Tutur R. Surisyono pada kerisnews.com.

Audiensi dan silaturahmi antara Trah Wiralodra dengan Wakil Bupati Indramayu H. Supendi, M.Si. (Kontributor/Sanggar Aksara Jawa)
Respon atas kejadian hilangnya beberapa Pusaka dan hasil pengamatan atas kondisi dilapangan maka Paguyuban Trah Wiralodra mengirimkan surat permohonan Audiensi dengan Bupati Indramayu sesuai Surat Nomor : 001/PTW-0918 tanggal 17 September 2018 dan Wakil Bupati Indramayu sesuai Surat Nomor : 002/PTW-0918 tanggal 17 September 2018 guna bersilaturahmi dan membahas pengelolaan bersama Pusaka Wiralodra. Pada tanggal 26 September perwakilan Trah Wiralodra diterima oleh Wakil Bupati Indramayu H. Supendi di ruang kerja beliau. Materi pembahasan seputar komitmen Pemda kedepan untuk menempatkan pusaka-pusaka lebih layak lagi dan juga permohonan penarikan pusaka dari rumah pribadi Jupel untuk sementara ditempatkan di Pendopo sekaligus melakukan inventaris kembali.
Wakil Bupati merespon positif atas inisiatif audiensi dan aspirasi yang telah disampaikan, beliau memberikan penjelasan bahwa museum daerah sebenarnya sudah direncanakan kedepan dan menunggu realisasi saja. Pertemuan tersebut menyepakati bahwasanya untuk perawatan Pusaka Wiralodra sudah tidak bisa lagi dipegang oleh satu keluarga karena merupakan pusaka gabungan dari beberapa keluarga, oleh karenanya maka idealnya dititipkan di Pemda guna edukasi dan pelestarian kedepan dengan syarat Pemda membuatkan tempat yang layak dan representatif.

R. Surisyono S, beliau adalah cucu dari R. Kubes Bin R. Wirasudirma Bin R. Wirasentika Bin R. Marngali Bin R. Krestal (Wiralodra VII). (Kontributor/Tarka Sutarahardja)
Jika dirasa hal tersebut memberatkan Pemda maka pihak Paguyuban Trah Wiralodra akan membangun sendiri Museum tersebut. Menurut R. Surisyono S kepada kerisnews.com pihaknya bersikeras menagih janji Pemda karena sejak awal pihak Pemdalah yang menyanggupi akan menyediakan tempat yang layak sejak peminjaman Pusaka Cakra tahun 1989-an. “Kami (Trah Wiralodra) sudah sepakat bahwa bulan ini seluruh Pusaka akan diambil saja, Pusaka akan dibawa pulang sampai dengan adanya Museum” sambung R. Surisyono S.*
No Responses