Ajaran Kepemimpinan Asthabrata Kadipaten Pakualaman

Dari kandungan naskah koleksi Perpustakaan Pakualaman, yaitu Perpustakaan Widyapustaka, yang merangkum masa pemerintahan Paku Alam I sampai Paku Alam IX, dapat diketahui bahwa berbagai model kepemimpinan pernah dijadikan sebagai acuan para adipati Pakualaman.
“Namun, dari beberapa model itu, Asthabrata yang berasal dari Kakawin Ramayana, berupa ajaran kepemimpinan Rama yang disampaikan kepada adiknya, Barata, mendapatkan perhatian khusus dari para adipati yang bertahta di Kadipaten Pakualaman,” kata Gusti Kanjeng Bendara Raden Ayu Adipati (GKBRAA) Paku Alam saat memberi Pidato kunci di acara Diskusi Buku “Ajaran Kepemimpinan Asthabrata Kadipaten Pakualaman”, karya KGPAA Paku Alam X.

Sebelum diskusi buku ditampilkan motif-motif batik Asthabrata karya GKBRAA Paku Alam bersama tim, yang menampilkan delapan karakter dewa Lokapala. Delapan motif kemudian dipadukan menjadi satu yang disebut Asthabrata Jangkep. (KerisNews.com/Birul Sinari-Adi)
Menurut GKBRAA Paku Alam, terdapat dua belas teks yang mencoba untuk menjelaskan konsep Asthabrata. Keduabelas teks tersebut, yaitu Baratayuda, Pawukon saha Serat Piwulang, Sestra Ageng Adidarma, Kempalan Serat Piwulang, Sestradisuhul, Piwulang Warni-Warni, Slawatan Langen Pradapa, Dasanama saha Pepali, Kyai Adidamastra, Asthabrata Panca Candra saha Dongeng Kancil, Slawatan Melayu, dan Asthabrata Panca Candra saha Narpa Candra.
Dan, buku Asthabrata yang diterbitkan kembali dalam tiga bahasa, yaitu Bahasa Jawa, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris, beserta komentar ringkas terhadap isinya, yang menjadi bahan diskusi di Ruang Auditorium, Lantai 2, Perpustakaan Nasional RI, Jl Medan Merdeka Selatan No 11, Jakarta, pada Kamis (12/4/2018) pagi lalu, berasal dari teks Asthabrata yang terdapat dalam Sestradisuhul.
Naskah Sestradisuhul, menurut penyunting buku Asthabrata, mencoba menjelaskan teks Asthabrata di antara ajaran-ajaran yang berasal dari para nabi, wali, raja-raja Mataram, dan Paku Alam I. Teksnya juga dianggap lebih lengkap karena merupakan komparasi dari teks-teks korpus piwulang yang sudah ada dan juga dari praktik nyata penyelenggaraan pemerintahan.
Selain itu, teks Sestradisuhul berasal dari periode yang lebih awal jika dibandingkan dengan teks lainnya. Penggubahannya dimulai pada Sabtu, 11 Syakban 1775 (24 Juli 1847) berdasarkan prakarsa Paku Alam II (1829-1858).

Diskusi Buku yang digelar oleh Perpusnas RI, Kadipaten Pakualaman, dan Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Mannasa) menghadirkan narasumber Sri Ratna Saktimulya, dan Sudibyo, dari FIB UGM, dengan moderator Munawar Holil dari FIB UI. (KerisNews.com/Birul Sinari-Adi)
Diskusi Buku yang digelar oleh Perpusnas RI, Kadipaten Pakualaman, dan Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Mannasa) ini menghadirkan narasumber Sri Ratna Saktimulya, dan Sudibyo, keduanya dari Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Gadjah Mada (UGM), dengan moderator Munawar Holil dari FIB Universitas Indonesia (UI).
“Astha delapan, dan Brata itu tindakan pengendalian diri. Tindakan pengendalian diri yang diajarkan oleh delapan dewa agar tercapai hidup selamat, bahagia, dan sejahtera. Jadi di sini pengendalian diri yang inti. Nanti harus kita praktikkan bersama,” kata Sri Ratna Saktimulya yang juga pengelola Perpustakaan Widyapustaka dan mendapat gelar Nyi MT Sestrorukmi dari Kadipaten Pakualaman.
Kedelapan dewa dalam Asthabrata versi Pakualaman tidak sepenuhnya berbeda dengan susunan para dewa Lokapala. Hanya posisi Kuwera digantikan oleh Wisnu.
Delapan dewa tersebut, yaitu Batara Indra yang bijak bestari, Batara Yama yang adil dan tegas dalam menegakkan hukum, Batara Surya yang cermat dalam urusan keuangan, Batara Candra yang memiliki pesona dan kepribadian yang memikat, Batara Bayu yang berkepribadian kuat dan tidak mudah terhasut, Batara Wisnu yang asketis dan petapa, Batara Brama yang memiliki keberanian dan kemahiran bersiasat, dan Batara Baruna yang bersahaja dan mampu mengayomi.
“Raja tidak boleh meremehkan liyan, dia tidak boleh mengganggap dirinya sebagai orang hebat yang angkuh, arogan. Raja harus menjaga negerinya agar makmur dan sejahtera, penderitaan rakyatnya adalah penderitaannya, simpatinya tulus. Dia tidak akan menoleransi ketidakjujuran,” ujar Sudibyo mengutip Kakawin Ramayana yang menjadi inspirasi Asthabrata.

Suasana Diskusi Buku “Ajaran Kepemimpinan Asthabrata Kadipaten Pakualaman”, karya KGPAA Paku Alam X, di Ruang Auditorium Lantai 2, Perpustakaan Nasional RI, Jl Medan Merdeka Selatan No 11, Jakarta, pada Kamis (12/4/2018) pagi. (KerisNews.com/Birul Sinari-Adi)
Sudibyo menyarikan empat butir pokok dari 21 butir karakter yang merupakan korpus moral atau ajaran moral Kadipaten Pakualaman. Korpus moral ini digunakan oleh para adipati di Kadipaten Pakualaman untuk menasehati para anak cucunya.
Keempat butir pokok tersebut, yaitu : pertama, Ngadeg, tetap berpegang kepada ketentuan ajaran agama masing-masing. Kedua, Sabar, tetap tenang menghadapi segala macam peristiwa, prawira, berjiwa ksatria. Ketiga, Bener, lurus hati. Dan keempat, Kuwat, tahan terhadap godaan nafsu jahat.
Menurut Sudibyo, hanya dengan sikap-sikap seperti itu kita akan dibya, tidak terhanyut dalam berbagai godaan yang secara sengaja atau tidak sengaja menghampiri kita.
Kepada para calon pemimpin, Sudibyo menyilakan, untuk merenungkan ajaran Asthabrata tentang kriteria pemimpin dengan contoh-contoh dari delapan karakter ideal para dewa Lokapala.
“Saya kira dari delapan itu bisa mewujudkan separuh saja sudah sangat bagus. Separuh saja sudah sangat bagus, karena memang ini adalah hanya untuk mengatur diri sendiri […] Karena ini sebenarnya untuk mengatur pribadi raja,” ujar Sudibyo yang bersama Sri Ratna Saktimulya merupakan penyunting buku “Ajaran Kepemimpinan Asthabrata Kadipaten Pakualaman”. *
No Responses