Keris Pusaka Pakai Pamor Knalpot?

Keris Pusaka Pakai Pamor Knalpot?
Tamu-tamu besalen, di antaranya Empu Fanani dari Madiun (keenam dari kiri) dan Empu Pramono Pinunggul nomor lima dari kiri) menyempatkan mampir di besalen Taman Mini di Jakarta Timur, Minggu (28/Oktober/2017) siang. (Kontributor/Ray Kelvianto)

Empu Fanani dari Madiun sempat bertanya-tanya, dari bahan apa pamor keris yang ditempa Mas Tok dan kawan-kawan di Besalen Taman Mini yang ia lihat pagi itu? Bahan nikel, pikirnya…

Mas Tok Andriyanto “lurah” besalen Museum Pusaka Taman Mini tidak menjawab. Tetapi di belakang besalen (tempat khusus untuk menempa keris dan tosan aji lainnya), Empu Fanani mendapat tahu dari Purbo Kuncoro anggota besalen, bahwa pamor indah yang lembut itu ditempa dari bahan knalpot Honda Grand tahun 1994…

Minggu pagi (28 Oktober 2017) pas hari Sumpah Pemuda, besalen Museum Pusaka Taman Mini kedatangan lagi tamu luar kota, dua di antaranya adalah empu yang sudah biasa berkarya menempa dan menggarap keris, yakni Empu Fanani dari Madiun dan Empu Pramono Pinunggul dari Yogyakarta. Dua tamu lainnya adalah Agung Guntoro Pringgodigdo dari Madiun dan Heru Yuwono dari Klaten.

Keempat tamu itu singgah di besalen TMII setelah sehari sebelumnya ikut gelaran Pameran Kujang dan Keris Pasundan yang diselenggarakan oleh Sekretariat Nasional Perkerisan Indonesia (SNKI) di Gedung Nusantara DPR RI. Kedatangan mereka melengkapi dua pekan lalu, ketika pekeris-pekeris senior dari Senapati Nusantara, MM Hidayat dan Raden Prasena juga mengunjungi dan bahkan ikut menempa di besalen di bawah kerindangan pohon-pohon jati Museum Pusaka TMII.

Menempa Keris Pusaka

Empu Fanani (paling kiri) asal Madiun ikut menempa di Besalen Taman Mini, bersama Agung Guntoro Pringgodigdo (dua dari kiri), Empu Pramono Pinunggul (ketiga dari kiri) dan Arifin.

Besalen Taman Mini yang digagas dan diprakarsai komunitas keris Astajaya, dan akan dihibahkan ke Museum Pusaka dalam waktu dekat, memang bukan besalen komersial akan tetapi lebih merupakan “besalen laboratorium”. Mencatat pengalaman, trial and error, dan pembelajar tempa sebisa mungkin menelusuri asal-usul jelas logam yang ditempa untuk pembuatan tosan aji.

BACA JUGA  Keris Singkir Dibeli Anak Finland

Apakah memakai besi knalpot untuk pembuatan keris pusaka tidak diperbolehkan? Siapa bilang. Dari buku-buku keris di masa lampau, perbuatan daur ulang seperti itu sudah lazim dilakukan.

Coba buka catatan. Keris Kanjeng Kiai Pakumpulan, salah satu pusaka milik Keraton Surakarta misalnya. Kanjeng Susuhunan Paku Buwana VI malah memerintahkan membuat keris pusaka ini dari paku-paku mesjid Keraton yang sedang direnovasi. Paku mesjid yang dipakai, tentunya jangan dibayangkan seperti paku masa kini buatan pabrik. Akan tetapi paku kuno, yang dibuat dengan teknik tempa.

Paku Buwana I di Kartasura juga pernah memerintahkan Empu Brajaguna I untuk membuat keris yang tangguh, ampuh meski besinya nggrasak dari bahan peluru meriam Kiai Guntur Geni yang pernah dipakai menyerang Kumpeni di Batavia, pada masa Sultan Agung di abad ke-17.

Pada masa Mataram Sultan Agung, rongsokan kereta kencana yang dulu biasa dipakai membawa permaisuri putri Cina di zaman Majapahit, juga dipakai untuk bahan keris pusaka.

Atau Empu Pura Pakualaman di Yogyakarta, Karyo Dikromo – menurut catatan Isaac Groneman, dokter pribadi keraton Yogyakarta semasa pemerintahan Hamengku Buwana VII – juga memakai besi bekas untuk logam pembuat keris. Atau besi pamor yang berasal dari benda-benda impor yang memiliki kandungan nikel tinggi seperti, sekrup-sekrup bekas kapal uap Eropa…

Tempa Keris di Besalen

Heru Yuwono (paling kiri) pekeris asal Klaten, Jawa Tengah, bersama Agung Guntoro Pringgodigdo dan Arifin di Besalen Taman Mini Jakarta Timur. (KerisNews.com/Cakra Wiyata)

Besalen Taman Mini, yang baru dinyalakan apinya persis pada 17 Agustus 2017 lalu dan bakal diresmikan pada 25 November 2017 mendatang dengan gelaran Wayang Diponegoro dengan dalang Ki Catur Benyek Kuncoro, memang merupakan besalen eksperimental untuk mereka yang tertarik belajar menempa keris.

BACA JUGA  Dalang Ki Warseno Slenk Meriahkan HWN di Kemendikbud

Dari pengalaman sebulan ini, para pembelajar yang rutin menempa setiap akhir pekan – Sabtu dan Minggu (sehari-hari sebagian mereka kerja kantoran, atau guru sekolah) – terbetik pengalaman misalnya, mulai mengenal bagaimana ‘treatment’ logam modern agar bisa dijadikan bahan keris.

Atau, mata kini sudah terbiasa melihat dan membedakan, mana pamor yang ditempa sebanyak 64 lipatan, 128 lipatan, 256 lipatan atau bahkan (eksperiman Mas Tok Andriyanto untuk bilah berpamor knalpot Honda Grand 1994) yang tidak tanggung-tanggung, 512 lipatan.

“Pamor jadi halus sekali, dan tampilan pamornya terang,” ungkap Mas Tok. Semua praktek dicatat cermat, dan suatu ketika dijadikan teori pembelajaran bagi mereka yang ingin serius belajar tempa.

Besalen memang tidak hanya tempat pembuatan keris untuk tujuan komersial. Akan tetapi bisa juga untuk upaya pelestarian, menelusuri kawruh-kawruh kacurigan (pengetahuan tentang keris) yang bisa hilang jika tak dicatat.

Besalen juga bisa menjadi tempat Research and Development (R&D), suatu hal yang dulu kala belum pernah ada di dalam khasanah perkerisan nasional di Nusantara saat ini, kecuali mungkin di Institut Seni Indonesia di Surakarta. *

Disain Keris Besalen Taman Mini

Mas Tok lurah besalen Taman Mini (kiri) mendiskusikan detail ricikan di pangkal bilah keris tempaannya dengan Ferry Yuniwanto, disainer keris di besalen Taman Mini. (KerisNews.com/Jimmy S Harianto)

 

banner 468x60

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.