Raden Prasena Ikut Menempa di Tamini

Raden Prasena Ikut Menempa di Tamini
Raden Prasena Cakra Adiningrat (nomor dua dari kiri) dan MM Hidayat (paling kanan) menjadi tamu Besalen Taman Mini hari Minggu (15/10/2017) siang. (Kontributor/Tira Hadiatmojo)

Ting! Tang! Ting! Tang! Ting! Martil yang diayunkan Raden Prasena, Arifin dan Mas Tok Andriyanto bergantian menimpa lempengan logam di atas paron besalen Taman Mini. Tamu perkerisan dari Malang Mas Prasena pun ikut menggarap gebingan bakalan bilah keris.

Hari Minggu (15/10/2017) siang itu, bengkel pembuatan keris di samping Museum Pusaka Taman Mini Indonesia Indah di Pondok Gede, Jakarta Timur memang kedatangan dua tamu tokoh perkerisan nasional. Raden Prasena, sesepuh keris dari Malang, serta Mas Bro MM Hidayat, Ketua Pelaksana Harian (KPH) Senapati Nusantara.

“Mumpung di Jakarta…,” ungkap Raden Prasena, yang kedatangannya ke Jakarta sebenarnya untuk menghadiri kondangan tokoh perkerisan nasional. Branko Windoe dan Miriam, di Gedung UOB Jalan Thamrin, Jakarta Pusat malam sebelumnya.

Mas Tok (paling kiri) dan Raden Prasena (nomor dua dari kanan) serta Kepala Bagian Umum Museum And Aziz (paling kanan) mendiskusikan hasil tempa. (Kontributor/Tira Hadiatmojo)

Sama halnya dengan MM Hidayat, yang dalam pergaulan akrab perkerisan disebut sebagai Kanjeng Ujung Galuh, Surabaya ini. Mumpung di Jakarta, apa salahnya menengok besalen – bengkel pembuatan keris persis di kebon samping di bawah kerindangan pepohonan jati, di Museum Pusaka Taman Mini Indonesia Indah ini.

“Sekalian, menghadiri rapat teman-teman (komunitas keris) Jayakarta, yang akan ikut berpameran Expo Nusantara di Taman Mini pertengahan Oktober ini,” kata MM Hidayat pula. Siang itu, baik Raden Prasena maupun Hidayat berbaur bersama komunitas tosan aji, Astajaya, yang memang rutin studi menempa keris di besalen tersebut.

Besalen, yang dibangun dengan dana hibah patungan dari komunitas Astajaya ini akan resmi diserahkan pada Museum Pusaka Taman Mini, nanti pada 25 November 2017 – rencananya dimeriahkan dengan pergelaran Wayang Kulit Diponegoro dengan dalang muda yang tengah menanjak dari Yogyakarta, Ki Catur “Benyek” Kuncoro.  Wayang Diponegoro, yang diciptakan salah satu pengageng Kraton Yogyakarta, Gusti Yudhaningrat tahun lalu bersama dua trah Diponegoro, Rahadi Saptata Abra dan Ki Roni Sodewo.

BACA JUGA  Mengenal Pusaka Pasundan di Museum Pusaka

Pementasan di Taman Mini persis pada hari peringatan diakuinya Keris sebagai Mahakarya Tak Benda Kemanusiaan Dunia (Intangible Heritage of Humanity) pada 25 November ini, akan merupakan pentas yang ke-7 Wayang Diponegoro sejak yang pertama di Madiun tahun silam.

Tak urung tamu tokoh nasional perkerisan ini pun terlibat diskusi jongkok seputar keris. (KerisNews.com/Jimmy S Harianto)

Sejak menyalanya api besalen Museum Pusaka Taman Mini ini, pada 17 Agustus 2017 sebulan silam, berbagai eksperimen sudah dilakukan oleh para pembelajar keris dari Astajaya. Mulai dari menempa gebingan, membuat kodokan, sampai menggerinda jadi bentuk bilah keris dan beberapa eksperimennya diwarangi – untuk mengetahui hasil tempa dan penampilan pamornya.

Tak urung, diskusi Minggu siang itu pun terjadi, antara Raden Prasena – yang banyak memiliki pergaulan tempa dengan Besalen Pasir Bersinar di Malang, dengan “mantri” (istilah tradisional untuk menyebut pimpinan sebuah besalen di dalam kebiasaan Jawa) pande, Mas Tok Andriyanto.

Salah satu diskusi yang terjadi, antara lain adalah bagaimana kebiasaan teman-teman di Jawa Timur membuat lapisan “saton” bakal bilah keris. Diskusi soal cara baru, dan cara tradisional – bahwa untuk membuat calon bilah berdasarkan teori tradisional yang dianut kraton Surakarta – menurut Mas Tok adalah “bilah logam berlapis-lapis itu dibuat bidang agak lebar, dan dipaju menjadi enam bidang” sehingga jumlah lapisan menjadi 6 kali lapis yang sudah dibuat.

“Itu saya baru tahu,” ungkap Raden Prasena. Sementara, Mas Tok mengunjukkan bahwa teknik tersebut sudah ada tertulis dalam salah satu “buku pintar” perkerisan kraton Surakarta yang bertajuk “Pandameling Duwung”. Panduan tersebut, setidaknya menjadi pedoman bagi empu-empu keris Kraton Surakarta sampai masa pemerintahan Susuhunan Paku Buwana X Raja Surakarta yang berkuasa dari 1893-1939.

MM Hidayat (paling kiri) dan Raden Prasena (nomor tiga dari kanan) berpotret bersama di depan paron. (Kontributor/Ully Prasena)

Besalen Museum Pusaka Taman Mini, kini memang menjadi salah satu “centre of attraction” (pusat perhatian baru) bagi para pekeris yang berdomisili di Jakarta dan sekitarnya, sejak bulan lalu.

BACA JUGA  Hamemayu Hayuning Bawana di Era 4.0

Tidak hanya memancing perhatian para pengunjung Museum, yang kemudian menyempatkan mampir melongok bagaimana para pembelajar keris ini menempa, juga teman-teman perkerisan di luar Jakarta.

Karena letaknya di tengah lokasi tempat rekreasi populer di Jakarta, sering terjadi para pembelajar keris ataupun tamu keris yang melongok besalen, tidak lupa membawa serta keluarga.

Sementara para suami sibuk menempa di besalen, para istri, sanak dan keluarga berkeliling sembari berpotret selfie wefie di berbagai lokasi menarik Taman Mini. Seperti juga yang dilakukan Ully Prasena, isteri Raden Prasena Minggu siang itu. Berpotret dengan baju Minang pun jadi, di Anjungan Sumatera Barat yang tak jauh dari lokasi besalen… *

Sementara suami menempa, Ully Prasena (nomor dua dari kiri) berpotret ria bersama ibu-ibu istri pembelajar tempa di Anjungan Sumatera Barat Taman Mini Indonesia Indah. (Kontributor/Raphael Andriyanto)

banner 468x60

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.