Membaca Ulang Kisah Baron Sekeber

Bagi para penggemar pertunjukan Ketoprak, nama Baron Sekeber tentu bukan nama yang asing. Tokoh lakon Ketoprak yang berlatar peristiwa di wilayah pesisir utara itu, Pati tepatnya, sering dimainkan oleh kelompok ketoprak yang ada di wilayah Pati sendiri, maupun di daerah lain.
Saking seringnya lakon itu dimainkan, terutama di masa kejayaan pertunjukkan ketoprak. Banyak yang tidak tahu apakah Baron Sekeber sekadar tokoh legenda atau tokoh sejarah yang berdarah dan berdaging.
Nama Baron Sekeber sendiri pertama muncul di Serat Babad Pati. Bagi para sejarawan, babad bukanlah sumber sejarah yang bisa diandalkan. Babad biasanya ditulis untuk kepentingan suatu penguasa atau dinasti, juga tentang suatu peristiwa.
Demi kepentingan itu, menurut seorang sejarawan, penulis babad tidak sungkan menghilangkan atau mengubah sekehendak hati kejadian di masa lalu. Tidak mengherankan kalau kemudian ada peristiwa atau nama tokoh maupun tempat saling tumpang tindih, dan terkesan janggal.
Di Serat Babad Pati sendiri, cerita Baron Sekeber hanya semacam kisah selingan. Kisahnya dimulai ketika seorang bangsawan, bernama Baron Sekeber, menolak kedudukan sebagai patih di kerajaan besar. Ia justru meninggalkan negerinya dan “terbang” ke Tanah Jawa, dengan niat untuk menguasai.
Tapi ternyata, ia tidak langsung turun ke Pulau Jawa, tapi singgah lebih dulu ke Palembang. Baron Sekeber selama dua tahun, belajar segala hal yang berlaku di Jawa, termasuk belajar Bahasa Jawa.

Sebuah adegan pentas panggung Ketoprak. (KerisNews.com/Birul Sinari-Adi)
Saat itu di Tanah Jawa, Panembahan Senopati tengah berkuasa di Mataram. Ki Juru yang menjadi penasehat bermimpi akan kedatangan musuh yang tidak diketahui asal usulnya. Maka Ki Juru menyarankan agar Panembahan Senopati bersamadi.
Saat bersamadi itulah, Baron Sekeber melintas di atas Panembahan Senopati. Baron Sekeber kena tulah, dan jatuh terpelanting ke tanah. Pendek kata, mereka lantas beradu kekuatan, apalagi setelah Baron Sekeber tahu bahwa Panembahan Senopati adalah penguasa Tanah Jawa.
Tapi Baron Sekeber merasa kewalahan lantas melarikan diri ke Gunung Patiayam, di wilayah Pati. Di tempat itu pula ia menemukan sebuah gua. Ia berniat bertapa di gua itu, tapi sebelum melaksanakan niatnya, Baron Sekeber keliling lingkungan sekitar.
Ketika berada di desa Kemiri, Baron Sekeber terpikat seorang gadis cantik bernama Ni Sari. Ni Sari akhirnya hamil dan melahirkan anak kembar, Janurwenda dan Sirwenda. Berita adanya perawan melahirkan anak kembar sampai ke penguasa Pati, Adipati Jayakusuma.
Kedua anak itu lantas dipelihara Sang Adipati, yang akhirnya tahu ayah kedua anak itu tengah bertapa di gua Patiayam, dan bernama Baron Sekeber. Sang Adipati segera mendatangi Baron Sekeber dan mengusirnya. Karena Baron Sekeber menolak pergi, mereka akhirnya sepakat saling mengadu kekuatan, dengan cara menyelam.
Konon mereka menyelam sampai satu tahun. Dan ternyata Baron Sekeber muncul lebih dahulu dari dalam laut. Rupanya, karena lebih mengenal medan, Sang Adipati kemudian masuk ke gua di bawah laut yang telah disediakan makanan.
Baron Sekeber mengaku kalah. Dan, lantas berubah menjadi kuda tunggangan Sang Adipati. Kuda yang dijuluki Juru Taman ini sangat istimewa. Karena bisa terbang bagaikan kilat.
Kuda itu akhirnya diminta Panembahan Senopati dan ditukar dengan seekor sapi Pragola, saat Sang Adipati berkunjung ke Mataram. Sapi Pragola juga istimewa karena bisa lari secepat kuda.
Baron Sekeber yang telah beralih menjadi kuda Juru Taman, tentu sakit hati karena menjadi tunggangan musuh besarnya. Ia akhirnya membuat onar di Mataram. Dengan beralih wujud menjadi manusia lagi dan masuk ke kaputren.
Tentu Panembahan tidak tinggal diam. Ia segera menikam Juru Taman. Saat akan dipenggal kepalanya, mayat Juru Taman melesat ke angkasa. Dan terdengar suara menggema, “Hai Senopati. Saat ini aku kalah. Tapi tunggulah balasanku. Nanti kalau ada perjaka berkulit bule, dan bermata biru datang. Itulah aku yang akan menganiaya keturunanmu kelak!”

Sebuah adegan pentas panggung Ketoprak. (KerisNews.com/Birul Sinari-Adi)
Itulah kisah Baron Sekeber di Serat Babad Pati. Meski kisahnya lebih mirip dongeng daripada cerita berdasar kejadian nyata. Babad bukannya tanpa guna atau perlu diabaikan begitu saja. Alur cerita Baron Sekeber terasa menarik kalau kita sejajarkan dengan kejadian yang dialami negeri ini menurut sejarah.
Perjalanan Baron Sekeber yang singgah di Palembang lebih dahulu sebelum menuju Pulau Jawa, bisa jadi menggambarkan Portugis yang hanya mampu menaklukkan Malaka di tahun 1511. Satu tahun kemudian armada dari Demak dan Jepara bahkan menyerang Malaka.
Ketika Trenggana menyerang Panarukan 1546-1547, ia mendapat bantuan dari para pedagang Portugis, yang direkrut oleh penguasa Banten, Hasanudin. Ini bisa jadi digambarkan dengan takluknya Baron Sekeber, yang menjadi kuda tunggangan Adipati Jayakusuma.
Di pantai Desa Ujung Watu, Keling, Jepara terdapat benteng Portugis. Meski kultur Eropa tidak terlihat nyata, tapi penduduk sekitar benteng banyak yang kulitnya putih-putih, layaknya orang indo. Tentunya akan seperti itu pula anak-anak Baron Sekeber dengan Ni Sari, gadis dari Desa Kemiri.
Dan suara menggema bernada mengancam, bisa saja diartikan sebagai kedatangan Belanda hampir satu abad kemudian setelah Portugis. Orang Belanda memang lebih bule bila dibanding orang Portugis. Bila Portugis tidak berhasil menguasai seluruh Nusantara, Belanda tercatat mengeruk kekayaan di Nusantara dan membawa kesengsaraan bagi rakyatnya.
No Responses