Kiai Bondoyudo Dikubur Bersama Diponegoro

Kiai Bondoyudo Dikubur Bersama Diponegoro
Diponegoro (berkuda) dan pengikutnya yang bertombak di Kali Progo, Metesih, Magelang. Lukisan litografi hitam putih karya pelukis litograf, De Stuers. Adengan sebelum perjanjian damai Magelang. (KITLV Leiden/Peter Carey)

Pangeran Diponegoro dan kerisnya, seperti tak terpisahkan. Dalam setiap gambar sosoknya, pria bersorban ini boleh dikatakan selalu mengenakan keris terselip jubahnya. Salah satu kerisnya yang terkenal adalah Ki Bondoyudo.

Sebagai putra sulung raja Ngayogyakarta Hadiningrat Hamengku Buwono III, tidak mengherankan jika Raden Mas Ontowiryo atau Diponegoro muda itu memiliki banyak pusaka. Tidak hanya keris, akan tetapi juga tombak-tombak pusaka.

Menurut catatan Kapten Johan Jacob Roeps – pengawal militer Belanda yang mengiring Pangeran Diponegoro dalam perjalanan dari tempat penangkapannya di Magelang ke Batavia – setidaknya ada empat keris pusaka milik Diponegoro, satu cundrik dan tujuh tombak dalam daftarnya.  Keempat  kerisnya adalah Kiai Abijoyo, Kiai Blabar, Kiai Wresogemilar, Kiai Haltim, Kiai Ageng Bondoyudo dan cundrik Kiai Bromo Kedali. Sedangkan tujuh tombaknya adalah Kiai Rondan, Kiai Gagasono, Kiai Mundingwangi, Kiai Tejo,  Kiai Simo, Kiai Dipoyono dan Kiai Bandung. (Peter Carey, 2012 Appendix XI 969-970).

Makam Diponegoro (kiri) dan isteri terakhirnya Raden Ayu Retnoningsih di Pemakaman Umum Kampung Melayu, Makassar setelah dipindahkan dari tempat lama.

Sebelum tahun 1827, keris pusaka yang paling sering diselipkan di jubah Pangeran Diponegoro adalah Kiai Abijoyo (Peter Carey, “Takdir” halaman 48). Keris ini adalah keris pemberian sang ayah, HB III ketika RM Ontowiryo atau Diponegoro muda ketika ia sering berziarah laku tapa di pantai selatan 1805.

Sedangkan keris yang selalu dibawa-bawanya sampai meninggal di pembuangan di Makassar, Kiai Bondoyudo, itu adalah keris yang dibuat dari remposan tiga pusaka Diponegoro, yakni keris Kiai Abijoyo pemberian sang ayah, cundrik Kiai Bromo Kedali dan tombak Kiai Barutubo – tombak yang selalu dibawa-bawa oleh pengawalnya, Ngusman Alibasah, panglima pasukan pengawal pribadi Diponegoro, Bulkio. (Peter Carey, “Kuasa Ramalan” 2012:970)

Keris Kiai Bondoyudo ini menurut sejarawan Peter Carey, adalah satu-satunya keris yang dibawa Pangeran Diponegoro sampai mati di pengasingan Makassar.  Dan bahkan dikuburkan bersama Pangeran Diponegoro pada 8 Januari 1855 di Makassar. (Carey 2012:969).

Keterangan ini didapat Carey berdasarkan wawancara dengan Raden Mas Jusuf Diponegoro (alm) keturunan Pangeran Diponegoro yang tinggal di Jalan Irian No 83 pada 8 September 1972.

BACA JUGA  Aktor Pemicu Perang Diponegoro

Sedangkan Kapten Johan Jacob Roeps, yang mencatat nama-nama pusaka Diponegoro, menurut Peter Carey, adalah militer yang mengawal Diponegoro dari sejak penangkapan di Magelang oleh Letjen Hendrik Merkus de Kock  28 Maret 1830 sampai ditahan di Batavia sebelum diasingkan ke Makassar Mei 1830. Roeps fasih berbahasa Jawa.

Roeps juga ditugaskan khusus oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda, Johannes Graf van Den Bosch (1830-1834) untuk melaksanakan keputusan pemerintah kolonial, agar membagikan pusaka-pusaka Pangeran Diponegoro kepada keluarga-keluarganya. Kecuali Kiai Bondoyudo yang dibawa sang pangeran sampai meninggalnya di Makassar 8 Januari 1855.

Makam lama Diponegoro (depan) dan putranya Raden Mas Sarkumo di belakang rumah di Kampung Melayu, Makassar. Rumah itu sudah rata tanah ketika dijual kepada pengusaha Tionghoa tahun 2000. (KITLV Leiden/Peter Carey)

Selain Kiai Bondoyudo yang ikut dikubur bersama jasad Pangeran Diponegoro di Makassar, menurut Peter Carey, keberadaan pusaka-pusaka lain sang pangeran sulit dilacak.

Tetapi beberapa catatan tentang pusaka-pusaka Diponegoro, mengungkapkan berbagai hal yang menarik. Tidak hanya bagi kita yang sebangsa dengan “Pangeran dari Gua Selarong” itu, akan tetapi juga bagi orang asing.

Keris Kiai Wreso Gemilar yang masuk dalam daftar Roeps, diperoleh Belanda dari tangan putri Diponegoro, Raden Ayu Mertonegoro saat ditangkap di Kulon Progo bersama ibunda Diponegoro, Raden Ayu Mangkorowati misalnya. Pusaka ini ditulis dalam catatan harian penangkapnya, Mayor Edouard Errenbault de Dudzeele.

“Saya hanya menyesali suatu hal yang memang dengan gampang bisa saya ambil, sebab itu adalah senjata – suatu keris yang sangat bagus dengan sarung emas, yang dipakai putri beliau, istri Ali Basah Mertonegoro..,” tulis sang mayor. Catatan harian sang mayor itu tertulis dalam bahasa Perancis. (Peter Carey, 2012:969).

Lukisan arang sosok Diponegoro oleh Adrianus Johanes Bik, pemangku hukum, seniman terdidik dan pengawas Diponegoro selama ditahan di Batavia 8 April-3 Mei 1830. (KITLV Leiden/Peter Carey)

Atau keris pusaka Diponegoro lainnya, yang disebut-sebut sebagai Kanjeng Kiai Naga Seluman. Keris ini, menurut penelusuran Peter Carey, sulit dilacak lagi keberadaannya. Namun pernah suatu ketika dibawa ke Eropa (oleh Gubenur Jendral Hindia Belanda 1808-1811, Herman Willem Daendels ) dan diserahkan kepada Raja Willem I Van Oranye (1813-1840).

BACA JUGA  “Cafe GuloKlopo” di Museum Pusaka Taman Mini

Keris Kanjeng Kiai Naga Seluman itu kemudian disimpan di Kabinet Kerajaan untuk Barang Antik (Koninklijk Kabinet van Zeldzaamheden) di Den Haag, dimana pelukis muda asal Jawa Raden Saleh Syarif Bustaman diperintahkan untuk menyusun laporan keterangan tentang keris ini pada direktur lembaga ini, pada Januari 1831. (Kraus 2005:280).

Tentang kapan keris Kiai Naga Seluman ini didapat oleh pihak kolonial, ada dalam catatan ajudan militer Van den Bosch, Letda Justus Heinrich Knoerle. Jelas sekali catatan Knoerle.

“ Sore ini (27 Mei 1830) pukul enam Diponegoro menyerahkan kepada saya sebilah keris yang mahal dan indah sambil mengatakan – ‘Lihat inilah pusaka ayah saya, yang sekarang menjadi sahabat Allah, keris ini telah menjadi pusaka selama bertahun-tahun. Ketika ayah saya Sultan Raja (Hamengku Buwana III) tanda ketaatan kepada Marsekal (Daendels) ia memberikan keris yang sama kepadanya. Marsekal mengembalikan keris ini karena ia tahu, keris itu adalah pusaka keramat dan bahwa ayah saya adalah sahabat sejati Belanda,’” demikian Knoerle mencatat.

Catatan lain tentang keris Diponegoro, menurut Peter Carey, juga ada di Babad Keraton (Ngayogyakarta).  Diponegoro menurut  Babad ini juga memiliki sebilah keris pusaka kraton, Kiai Wiso Bintulu (Racun aneka warna, diungkapkan melalui lambang dodot atau sarung Bima yang kotak-kotak hitam putih).

Akan tetapi, keris ini diminta oleh Ratu Ageng, ibu Hamengku Buwana IV pada sekitar Maret 1820 (Carey, 2012:970) karena ada rumor yang beredar tentang ramalan yang mengatakan, bahwa siapa yang memiliki keris Kiai Wiso Bintulu akan memerintah di Ngayogyakarta….

Ada lagi catatan lain tentang Pangeran Diponegoro dan kerisnya. Ada di Babad Diponegoro versi Surakarta. (Carey 1981: 108-9) yang memuat tentang keris Diponegoro yang dipergunakan dalam pertempuran di Tegalrejo Jogjakarta pada 20 Juli 1825.

IX Durma – 19. Pangran sigra/ngunus curiga aglis. 20. Pedhang sudhut wasiyat saking kang rama/Kanjeng Sultan ping katri….  Catatan ini, menurut Peter Carey mengunjukkan bahwa keris itu memiliki bilah penusuk lurus, yang dilukiskan sebagai “pedang” dalam tembang di babad tersebut.

Keris pusaka Pangeran Diponegoro yang mana? Jika merunut kembali catatan, bahwa pusaka itu “wasiyat dari kang rama, Kanjeng Sultan kaping katri atau HB III, maka bisa diduga itu adalah keris Kiai Abijoyo. Akan tetapi, keris yang diduga lurus itu sudah dirempos, dilebur menjadi Kiai Bondoyudo bersama dua pusaka lainnya, yakni cundrik Kiai Bromo Kedali dan Tombak Kiai Barutubo… *

banner 468x60

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

2 Responses

  1. BambangHRJanuary 5, 2018 at 11:01 amReply

    Menarik sekali pembahasan tentang sejarah dan kronologi keris serta pusaka milik pahlawan nasional Pangeran Diponegoro. Terima kasih kerisnews.com yg telah mengupas. Ditunggu kelanjutan ceritanya

    • Info Kerisnews

      Info KerisnewsJanuary 8, 2018 at 1:27 amReply

      Iya…. sama-sama. Semoga kami bisa menerbitkan tulisan-tulisan atau topik-topik sejenis itu. Terima kasih atensinya…

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.