Wedung dari Dipati Unus di Kasepuhan Cirebon

Ingin melihat wedung otentik dari zaman kerajaan Demak? Tidak salah lagi, silakan datang ke Gedung Jinem Museum Pusaka Keraton Kasepuhan Cirebon setiap hari Jumat.
Tiga dari empat wedung pemberian Dipati Unus, Sultan Demak, ketika mempersunting putri Sunan Gunung Jati raja Cirebon Ratu Wulung Ayu, setiap Jumat bisa dilihat oleh publik di etalase khusus ruang pusaka Sunan Gunung Jati di Gedung Jinem di dalam Museum Keraton Kasepuhan.
Selain hari Jumat, ruangan di bekas gedong Pusaka Kesultanan Cirebon ini dikunci rapat. Dan kuncinya disimpan langsung oleh Sultan Cirebon, Sultan Sepuh XIV Pangeran Raja Adipati Arief Natadiningrat.
Jika mengingat Dipati Unus yang juga putra sulung Raden Patah ini hanya memerintah tiga tahun, antara 1518-1521 maka diyakini tiga wedung di Gedung Jinem itu berasal dari abad ke-16.
Bentuk wedung Demak – yang baru pertama kalinya ini di tampilkan pada publik sejak dibukanya Museum Karaton Kasepuhan yang baru Agustus 2017 ini – sungguh menawan. Selain berpamor (meski tertimpa patina, dan terlihat seperti tak berpamor lantaran wedung tidak diwarangi), juga parasnya atraktif. Greneng, atau gerigi di pangkal bilah cantik.
Juga, dua dari tiga wedung dari Dipati Unus ini tampak berperawakan gemuk. Besar dan lebih gemuk dari wedung-wedung era Kartasura, atau wedung-wedung Mataram yang relatif lebih ramping.

Salah satu dari empat wedung pemberian Dipati Unus ketika mempersunting putri Sunan Gunung Jati, Ratu Wulung Ayu di abad ke-16. (Kontributor/Tira Hadiatmojo)
Adakah wedung sebelum era kerajaan Demak? Pertanyaan ini tentunya akan menjadi penelusuran tersendiri bagi kalangan penggemar pusaka masa kini. Benarkah tiada wedung sebelum Demak? Kalau pangot, yang seperti bentuk pisau raut, ada yang lebih besar – di wilayah Pasundan pun sering dijumpai.
Yang jelas, di Bali pun terdapat pusaka-pusaka yang mirip wedung. Demikian pula, pisau ritual yang biasa dipakai oleh para bissu – atau pendeta-pendeta Bugis. Bentuk ujungnya tidak meruncing seperti wedung, yang khas seperti golok runcing pendek gemuk. Tangkai pun iras, tanpa sambungan dengan bilah. Serta bentuk pegangan bersegi delapan…
Dari bentuknya, wedung dinilai sebagai senjata fungsional. Meskipun, dalam pakaian tradisional lengkap bangsawan-bangsawan keraton Mataram, wedung menjadi kelengkapan pusaka yang di sandang di samping keris.
Tidak hanya dalam busana lengkap, busana resmi, wedung juga sering menghiasi pinggang di bagian kiri seorang bupati wanita. Selain fungsional, wedung juga dicatat menunjukkan derajat pemakainya.

Lurah Keraton Kasepuhan Moh Maskun di depan etalase pusaka Sunan Gunung Jati, hanya hanya dibuka setiap Jumat. (KerisNews.com/Jimmy S Harianto)
Hari Jumat memang merupakan hari yang jadi daya tarik tersendiri bagi Museum Kasepuhan Cirebon, lantaran dibukanya untuk publik, gedung pusaka yang khusus menyimpan pusaka peninggalan Sunan Gunung Jati dan Para Sultan Cirebon. Serta peninggalan-peninggalan berharga yang sebelumnya tidak pernah dipertontonkan ke khalayak ramai.
“Di ruangan ini juga disimpan bendera pusaka Kesultanan Cirebon, dan bendera umbul-umbul Waring…,” tutur Lurah Keraton Kasepuhan, Mohammad Maskun.
Selain itu, ada juga jubah serta tongkat cis yang menurut Raden Hafid Permadi (Raden Nanang) pemandu Karaton Kasepuhan, dulu dipakai Sunan Gunung Jati setiap memimpin sembahyang setiap malem 12 Rabiulawal, atau Pelal Ageng 8 Maulid Nabi.
Pusaka-pusaka lain, seperti keris tinatah emas maupun tombak totog yang biasa dibawa sultan-sultan Cirebon di masa lalu, juga disimpan di Gedung Jinem yang dibuka hanya setiap Jumat itu.
“Masih banyak lagi, pusaka Cirebon yang tidak dibuka untuk publik dan hanya disimpan oleh Sultan, termasuk di antaranya Keris Nagarunting, keris Tan Kober serta keris Kantanaga yang dulu dipakai untuk mengeksekusi (pemimpin Tasawuf) Syech Siti Jenar,” kata Lurah Kasepuhan, Mohammad Maskun pula. Pusaka-pusaka utama kesultanan ini tidak dipertontonkan pada publik.
“Selain pusaka-pusaka dari Demak, dan bahkan Majapahit, serta pusaka dari era Mataram, semakin menguatkan bahwa (di abad 16) masa itu, Sultan Demak adalah Amiril Mukminin Al Jawi, sedangkan Sultan Cirebon adalah Sayyidin Panata Gama Ratal Sinarat Sunda (untuk wilayah Sunda) pada eranya,” kata Raden Nanang.
Peninggalan lain di Cirebon yang bernilai sejarah, adalah peninggalan bangunan di Gunung Sembung – kawasan pemakaman di seberang makam Sunan Gunung Jati. Yakni Mande Mangu (bangunan yang dibangun semasa Raden Patah) yang bergaya Majapahit, serta Mande Jajar, bangunan hadiah Prabu Siliwangi dari kerajaan Pajajaran. *
No Responses