Rumah Tradisional Jawa Seperti Halnya Keris

Rumah Tradisional Jawa seperti juga keris, gamelan dan busana Jawa ibarat tata bunyi bahasa yang memiliki makna dalam lingkungannya.
“Rumah Tradisional Jawa adalah kearifan lokal Jawa dalam bermukim dan membangun,” kata Amos Setiadi, dalam sarasehan bulanan Pametri Wiji di dalem Puspodiningrat Jalan Mayjen Sutoyo Yogyakarta, Minggu (20/Agustus/2017).
Amos Setiadi adalah Ketua Program Magister Arsitektur Universitas Atma Jaya Yogyakarta dan juga anggota Pametri Wiji Yogyakarta. Sedangkan Pametri Wiji adalah singkatan dari Paheman Memetri Wesi Aji, komunitas pelestari tosan aji di Kota Gudeg tersebut.
Sarasehan bulanan komunitas keris di dalem Puspo selama ini memang lebih dikenal sebagai ajang tukar kawruh tosan aji. Tradisi sejak 34 tahun silam, anggota Pametri Wiji biasa membawa ke sarasehan keris miliknya untuk didiskusikan. Keris yang dibawa itu dilihat keliling hadirin, untuk dibahas sosok, garap maupun ciri-ciri tangguh atau perkiraan zaman pembuatannya.
Sesekali, seperti terjadi Minggu lalu itu, sarasehan juga diisi dengan diskusi-diskusi menyangkut materi yang kontekstual dengan dunia perkerisan. Seperti halnya topik Filosofi dan Makna Rumah Tradisional Jawa yang dibawakan pembicara, Amos Setiadi kali ini. Sarasehan Minggu itu, dilengkapi dengan materi tentang bangunan Kraton Ngayogyakarta oleh KRT Poespadiningrat.

Dr Amos Setiadi sedang memaparkan materi Rumah Tradisional Jawa adalah kearifan lokal Jawa (Kontributor/Pametri Wiji)
“Rumah Tradisional Jawa merupakan fenomena kehidupan yang senantiasa mempengaruhi dan dipengaruhi oleh rasa cinta manusia terhadap alam,” kata Amos Setiadi pula. Dan kearifan lokal pada Rumah Tradisional Jawa terjadi karena tenunan komunikasi antara manusia dan alam.
“Dan seperti halnya keris, gamelan dan busana, bangunan Rumah Tradisional Jawa sebagai entitas arsitektural merupakan media komunikasi itu sendiri,” katanya. Bangunan Rumah Tradisional Jawa memancarkan ekspresi tentang konsep, prinsip dan strategi bermukim dan membangun dari orang Jawa.
Dr Amos Setiadi sendiri adalah dosen Arsitektur lulusan Universitas Gajah Mada, yang di lingkungannya dikenal melalui buku-buku di antaranya Arsitektur Kampung Tradisional di Yogyakarta (2010), Konservasi Arsitektur Kota Yogyakarta (2012), Arsitektur Desa Brayut (2017).
Penelitian yang dilakukannya di antaranya mengungkap Konsep Filosofis dan Makna Simbolis pada Pola Ruang Kampung Kauman di Yogyakarta dan Semarang. Penelitiannya ini sudah dipublikasikan dalam Jurnal Tataloka Universitas Diponegoro, Semarang.

KRT Poespadiningrat dan Victor Mh selaku MC sarasehan, setelah acara ceramah tentang Rumah Tradisional Jawa disusul sarasehan Tosan Aji (Kontributor/Pametri Wiji)
Rumah Jawa yang kaya konsep, prinsip dan strategi kearifan lokal itu merupakan sumber tak ternilai harganya dalam upaya mencari jati diri suatu budaya.
Dari karya arsitektur tersebut, dapat dikenali masyarakatnya, alamnya, dan bagaimana keduanya menjalin komunikasi. Ada cita rasa keindahan, ada pula cita rasa religiusitas pada bangunan tradisional Jawa.
Dalam tata ruang bangunan tradisional Jawa, pengalaman terjadi ketika pengguna merasakan adanya artikulasi dengan alam dan tempat dia bermukim sehingga mampu menghadirkan Sang Pencipta.
Maka dalam arsitektur rumah Jawa dijumpai konsep Utara-Selatan (Lor-Kidul), hirarki dalam tata massa bangunan – ada pendhapa, bangunan pringgitan, bangunan dalem. Dan dalam susunan vertikal struktur bangunan ada elemen umpak, saka, pananggap, brunjung, hingga makutha.
Dan dalam prinsip keseimbangan, tata ruang ada Pola Tiga – ruang senthong tengen (kanan), senthong tengah, senthong kiwa (kiri). Seluruh konsep itu diperkuat dengan “kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir dan bertindak,”

KRT Poespadiningrat atau dr. Kunyun sedang menjelaskan materi Bangunan Keraton Yogyakarta (Kontributor/Pametri Wiji)
Pendapat menarik lain dari arsitek penggemar keris ini adalah, bahwa dapur keris – dalam artian tipologi – tidak hanya milik keris, akan tetapi juga Bangunan Tradisional Jawa.
“Dapur keris ada sekian, saya tak hafal (puluhan tipologi bentuk keris). Pada bangunan Tradisional Jawa ada empat, Joglo, Limasan, Kampung dan Tajug, kata Amos Setiadi. Dan seperti halnya keris, kata Amos, inovasi adanya dapur baru itu bisa dilakukan sejauh melalui metode tertentu. *
By Kontributor/Victor Mh anggota Pametri Wiji
No Responses