Wawancara Empu Djeno Dua Dekade Silam

Wawancara Empu Djeno Dua Dekade Silam
Empu Djeno pada awal tahun 1990-an (Dokumentasi Keluarga)

Empu Djeno Harumbrodjo ketika saya wawancarai di bulan Agustus 1996 di rumahnya di desa Gatak, Moyudan, Sleman Yogyakarta, waktu itu masih berusia 67 tahun.  Ia dikenal sebagai satu-satunya empu tersisa saat itu yang masih menggunakan metode tradisional, pakai laku tapa dan ritual khusus setiap kali membuat keris.

Ia merupakan anak bungsu dari Ki Supowinangun, empu Kepatihan Keraton Ngayogyakarta. Menurut silsilah keluarga, Empu Djeno adalah keturunan ke-15 dari empu terkenal Kerajaan Majapahit abad ke-13, Empu Jokosupo atau Empu Tumenggung Supodriyo.

Djeno masih sangat muda ketika ia mulai membantu ayahnya, Ki Supowinangun, yang bekerja sebagai empu istana. Namun seiring bertambahnya usia, Djeno memilih bekerja sebagai petani di sawah.

Djeno membuat keputusan ini setelah saudaranya, Empu Yosopangarso, meninggal pada tahun 1940, diikuti oleh kematian saudara laki-lakinya yang lain, Genyo Dihardjo dan Wignyo Sukoyo. Pesanan keris yang makin sedikit, ditambah biaya bikin keris teramat tinggi untuk ukurannya, membuat niatnya bulat untuk berhenti menempa keris.

Rupanya jalan kembali menempa keris, terbuka ketika Djeno bertemu seorang pelaut Jerman yang gila keris pada tahun 1972. Orang Jerman, Dietrich Drescher itu, meminta Djeno mempertimbangkan untuk kembali meneruskan karir keluarganya sebagai empu. Dietrich mengaku tertarik untuk bikin keris, sejak ia membaca beberapa buku di kepustakaan lama keraton Ngayogyakarta.

Dietrich Drescher (memegang wayang) saat di Bentara Budaya Jakarta 2008 (Kerisnews.com/Jimmy S Harianto)

Berkat dorongan Drescher, tahun 1972 itu Djeno mulai membangun sebuah bangunan besalen – bengkel tempat membuat keris — dan memulai kembali profesi lamanya pada saat berusia 43!

Djeno memakai gaya lama dalam menjalani pekerjaannya sebagai pembuat keris. Ia menjalani laku puasa, pakai sesajian saat akan memulai berkarya, dan melakukan serangkaian ritual Jawa, termasuk melakukan semedi sebelum dan sesudah purna membuat keris.

BACA JUGA  Perpecahan Antara Diponegoro dan Kyai Mojo

Dua karya Empu Djeno dipesan oleh Ngarso Dalem Sultan Hamengku Buwono IX melalui adik Sultan, Gusti Yudaningrat. Djeno membuat keris pertamanya setelah jedah sekian lama, pada tahun 1984. Tahun berikut, 1985, membuat kerisnya yang kedua.

Kebangkitan kembali trah Empu Supowinangun di jalur pembuatan keris pusaka ini terbukti menyulut antusiasme para pembuat keris di kota tetangga Surakarta. Terlebih lagi, banyak pembuat keris asal Surakarta itu pada dipenuhi gelora semangat untuk memadukan teknik modern dengan metode tradisional yang masih ada.

Empu Djeno dan para pembuat keris Surakarta masih menggunakan teknik lama: mereka memanaskan lapisan besi dan nikel, serta menempa saton logam untuk kemudian “melipatnya” dengan palu. Hanya bedanya, jika dulu para empu menggunakan peralatan serba manual, maka kini mereka menggunakan peralatan modern seperti gerinda agar pekerjaan mereka lebih efisien.

“Kami tidak melakukan ritual tradisional seperti yang dilakukan Empu Djeno karena kami mengambil pendekatan yang lebih artistik, lebih memperhatikan keindahan keris,” kata Yantono, 45 tahun kala itu. Yantono adalah seorang empu muda pengajar teknik membuat keris di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta.

Tak hanya bikin keris, Yantono waktu itu juga mengembangkan teknologi pamor untuk membuat pisau-pisau modern seperti model Bowie dan Puoko Swedia berpamor pesanan seorang bule asal Australia, Alan Maisey.

Teknologi pembuatan keris waktu itu menjadi mata pilihan bagi siswa semester lima di ISI. Sementara itu, banyak mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta juga mempelajari sifat logam keris untuk makalah akhir mereka.

* Penulis waktu itu adalah jurnalis di Harian Kompas, dan mewawancarai Empu Djeno secara eksklusif di rumahnya pada bulan Agustus 1996.

BACA JUGA  Menengok Kamar Diponegoro
banner 468x60

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.