Keris Ki Empu Sukamdi Laris Ditiru

Empu Sukamdhi mengaku tidak memberi nama ketika melahirkan kreasi kerisnya yang unik ini sekitar tahun 2006. Ya hanya satu dan tujuh yang mengunjuk pada bilah lurus berdampingan dengan bilah luk tujuh.
“Tidak ada namanya, ya satu dan tujuh,” kata sang maestro pembuat keris dari desa Jetis, kampung Banyuagung, Kadipiro Nusukan Solo ini tentang sosok keris anehnya, saat dihubungi kerisnews.com melalui sambungan telpon Selasa (15 Agustus 2017) siang.
Keris anehnya tersebut mungkin adalah satu-satunya kreasi keris dwi dapur yang pernah ada. Satu keris dengan dua pucuk yang satu lurus, di samping bilah berkelok tujuh.
“Tujuh belas, memang saya maksudkan itu,” tutur sang empu, membenarkan bahwa keris berdapur (model) dua bilah namun satu itu mengunjuk angka tujuh belas (17), hari kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus.
Belakangan orang malah menamakan keris kreasinya tersebut sebagai keris berdapur satu tujuh, atau malah ada yang menyebutnya Sapta Tunggal. Atau apalah terserah.
Kreasi terakhirnya menurut Empu Sukamdhi, adalah Keris Jokowi yang dibuatnya berluk sebelas, memakai sekar kacang dan greneng tanpa sogokan di tengah pangkal bilahnya.
“Tapi yang membuat anak saya,” tutur empu yang sehari-hari akrab dipanggil Mbah Kamdhi ini, tentang kreasi mutakhirnya yang digarap Asmiki (30) anaknya.
Seperti juga ketika berkreasi dengan Keris Gelombang Cinta setahun kemudian, keris yang mengambil nama tumbuhan yang lagi ngetrend diburu saat itu, juga kemudian ditiru banyak empu yang lain. Kreasi keris yang lahir dari kejengkelan.

Empu Sukamdhi dengan kreasinya sekitar tahun 2007 Keris Gelombang Cinta yang dibuat berdasarkan trend orang memburu tumbuhan anturium jenis tersebut. (Kerisnews.com/Jimmy S Harianto)

Empu Sukamdhi dengan kreasinya sekitar tahun 2006 Keris Satu Tujuh atau Sapta Tunggal yang dimaksudkan untuk peringatan Kemerdekaan 17 Agustus. (Kerisnews.com/Jimmy S Harianto).
Dalam wawancara kami sepuluh tahun lalu, Mbah Kamdhi mengaku ikut-ikutan tergerak membeli dua pot tanaman anturium dari jenis gelombang cinta yang sudah bertongkol seharga Rp 12 juta. Seperti halnya orang lain waktu itu, Sukamdi pun terbuai mimpi, “tanaman ini laku jutaan, apalagi jika tongkolnya sudah menghasilkan ribuan anak tanaman…,”
Tidak tahunya, seminggu setelah ia beli, tanaman gelombang cinta sudah tidak musim lagi. Sudah terlalu banyak orang yang memilikinya. Dimana-mana orang punya anturium gelombang cinta.
“Ibarat dikasihkan orang pun, tak ada yang mau ambil lagi,” ujar Ki Sukamdhi. Perasaan “kejeglong” (terperosok, Jawa) ini ternyata justru membuahkan kreativitas kepada Ki Sukamdhi yang di kalangan para penggemar keris di Jawa sudah dikenal luas karena garapan bilah kerisnya indah-indah.
Penampilan keris Gelombang Cinta kreasinya (2007) itu dimiripkan dengan bentuk daun anturium sungguhan. Lengkap dengan tulang-tulang daun serta lekuk-lekuk bergelombang di pinggir daun. Hanya saja, detail di bawah pangkal daun dibuatnya benar-benar berupa pangkal terpisah dari keris yang biasa disebut ‘ganja’, lengkap dengan gelung di kedua sisi yang disebutnya sebagai ‘sekar kacang’.
Sekurang-kurangnya tujuh bilah dia buat dengan model anturium Gelombang Cinta, dan tak terhitung empu-empu lain seperti Empu Subandi juga membabar keris dengan dapur yang sama, keris Gelombang Cinta.

Empu Sukamdhi selalu membuat sketsa terlebih dulu keris yang akan dibuatnya dalam kertas sederhana, sering malah sembarang kertas yang didapatnya saat itu. (Kontributor/Tira Hadiatmojo)
Keris-keris kreasi Mbah Kamdhi selalu dibuat dengan label masa kini. Tidak dituakan, atau istilahnya “dikamal” dengan proses kimiawi agar terlihat seperti keris sepuh seperti banyak dilakukan empu-empu masa kini agar bikinannya laku terjual. Mbah Kamdhi membuat keris apa adanya.
Terbanyak dibuatnya adalah keris-keris keleng, atau tanpa pamor. Namun garapannya dikenal halus dan indah. Orang akan terpesona dengan keindahan garapnya. Bukan pamornya.
Berkat kepeloporannya serta menjadi inspirator bagi empu-empu keris tangguh Kamardikan (era setelah kemerdekaan Republik Indonesia 1945), dua tahun silam di Keris Summit 2015 yang diselenggarakan Mertikarta (Pemerhati Pusaka Yogyakarta), Mbah Kamdhi menerima Supa Award. Konsep dan pemikiran mbah Kamdhi yang disesuaikan dengan kaidah perkerisan tradisional namun bernuansa modern, kemudian menjadi trend-setter keris kamardikan pada masanya.
Karya-karya fenomenal lainnya dari Mbah Kamdhi di antaranya adalah keris Carita Walik yang luk pucuknya terbalik, serta dhapur Megantara Peksi Dewata yang merupakan perpaduan dari gaya Majapahit Megantara, dengan pangkal bilah berupa burung kembar Peksi Dewata. *
No Responses