Api Besalen Taman Mini Mulai Menyala

Api besalen di Taman Mini pertama kali menyala persis di hari peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia, Kamis 17 Agustus 2017, hari ini. Pada hari yang bersamaan, media ini kerisnews.com, juga melakukan soft launching . Siap terbang membawa berita budaya dan seni tradisi.
Merdeka dan bebas berekspresi. Merdeka dan bebas menempa. Mungkin semangat inilah yang pertama kali menyala di jalan masing-masing. Yang satu di ranah seni tempa, yang lainnya menggali berita budaya.
“Besalen ini dimaksudkan untuk sarana pembelajaran bagi para penggemar tosan aji, tidak hanya belajar teori tetapi juga mempraktekkan membuat tosan aji dari sejak bahan baku, sampai proses finishing,” kata Andriyanto Mas Tok, Mantri Pande besalen Taman Mini kepada kerisnews.com, Kamis (17/Agustus/2017).
Tempa perdana di hari kemerdekaan kali ini, tim pande besalen Taman Mini yang terdiri dari Mas Tok, Kohin Abdul Rohim, Arifin, Ferry Yuniwanto, Purbo Kuncoro, Fitra Sudibyo dan Ardan Trias menghasilkan bakalan keris jalak budo dari bahan lama kampak (pethel) budo, serta bakalan bilah paling sederhana – brojol dan tilamupih.

Wanita dari Belanda dan seorang Bhiksu dari Paguyuban Astajaya sedang melihat penempaan (Kontributor/Tira Hadiatmojo)
“Besalen ini nantinya terbuka untuk umum, bagi siapa saja yang berminat belajar menempa, dengan mendaftarkan diri ke Museum Pusaka Taman Mini,” kata Cakra Wiyata, pimpro dari proyek besalen maupun Pemimpin Umum media online berita budaya, kerisnews.com.
“Besalen ini juga bisa menjadi nilai tambah Museum Pusaka untuk menarik lebih banyak pengunjung. Juga, mereka yang berminat akan pembuatan keris, bisa melihat langsung praktek teman-teman yang membuat keris di sini”, ungkap Andi Aziz, Kepala Seksi Umum Museum Pusaka Taman Mini Indonesia Indah kepada kerisnews.com
Dan ini terbukti pada Kamis (17/8/2017), ketika ada seorang turis perempuan dari Belanda yang datang menonton di besalen, setelah yang bersangkutan berkunjung ke Museum Pusaka TMII.
Besalen sederhana, yang dibangun persis di samping kanan Museum Pusaka TMII di Jakarta Timur, merupakan sumbangan dari sejumlah penggemar tosan aji Jakarta. Apakah ini merupakan besalen pertama di Jakarta? Ternyata tidak demikian.

Wanita asal Belanda menjadi penonton asing pertama yang menyaksikan tempa perdana di Taman Mini, Kamis 17 Agustus 2017. (Kontributor/Tira Hadiatmojo)
Museum Pusaka TMII rupanya meneruskan lama. Hampir empat puluh tahun silam, pernah dibangun di Anjungan Mataram, Anjungan Daerah Istimewa Yogyakarta sebuah besalen yang ditangani empu-empu muda asal Yogyakarta. Sebuah surat kabar nasional, Berita Buana, menurunkan dua tulisan berseri dua hari berturut-turut pada 22 Januari 1985 dan 23 Januari 1985 tentang besalen di Taman Mini pada tahun 1980-an ini.
“Keturunan Empu Majapahit Menempa Keris di Taman Mini” demikian tulis Berita Buana. Besalen yang digagas “Empu Pemrakarsa” Ir Haryono Haryoguritno itu dipandegani tiga empu, salah satunya adalah Empu muda Supianto, satu dari lima anak Empu Yosopangarso dari Yogyakarta. Dua cantriknya adalah Tugino dan Suharto.
Ketika tiba dan mulai menempa di Anjungan Mataram TMII di bulan Desember 1978 itu, mereka bertiga belum berani menyebut diri mereka sebagai empu, meskipun di Jitar, Jogjakarta mereka telah memahami teori dan praktek membuat keris – dari seniornya, Empu Yosopangarso sang ayah.
Supianto, ketika diberitakan di Berita Buana pada 1985 itu masih berusia 29 tahun. Kini sudah almarhum. Baik Tugino maupun Suharto, mereka juga memiliki darah keturunan dari Empu Majapahit. Tugino adalah anak dari kakak ayah Supianto, sedangkan Suharto adalah anak dari adik ayah Supianto.
Empu Yosopangarso, ayah Supianto adalah empu keturunan Empu Supo Driyo yang terkenal di zaman pemerintahan raja Brawijaya, raja terakhir Majapahit. Supo Driyo hidup di zaman Majapahit sebelum pralaya dan sirna akibat dihancurkan oleh putra Brawijaya sendiri, yakni Raden Patah dari Demak yang memisahkan diri dan memerintah sejak 1475.
Dituturkan, segala harta benda Majapahit termasuk abdi dalem dan empunya kemudian diboyong ke Demak. Di Demak, Empu Supo yang juga dikenal sebagai Pangeran Pitrang dan Pangeran Sedayu sudah berusia lanjut, tidak banyak bisa melakukan kegiatan keempuannya. Segala bakatnya sudah diturunkan pada anaknya, yang bernama Ki Jaka Supo (nantinya di era Mataram menjadi Ki Nom).
Dari Demak beralih ke Mataram, terakhir keturunan Empu Supo Majapahit itu diketahui bernama Empu Djairuno. Dari empu ini memiliki keturunan Supowinangun, yang memiliki enam anak. Tertuanya bernama Tjokrowihardjo ayah Tugino. Supiyanto sendiri anak dari Yosopangarso, anak kedua dari Supowinangun. Empu Yoso adalah kakaknya Empu Djeno Harumbrodjo di desa Gatak, Sleman, Jogjakarta dan juga Empu Genyodiharjo.

Dua bilah karya Empu Taman Mini, Supianto pada tahun 80-an. Bilah berpamor ron kenduru dan karawelang. (kerisnews.com/Jimmy S Harianto)
Dalam berkarya di Besalen Taman Mini, Empu muda Supianto meneruskan tradisi Empu Supo Majapahit. Di antara hari pasaran dalam kalender Jawa, keturunan Supo selalu menganggap Kamis Wage sebagai hari luar biasa. Pada hari luar biasa itu, keturunan Supo beristirahat, dan memusatkan pikirannya pada Yang Maha Kuasa. Kamis Wage adalah hari kematian leluhurnya, Empu Supo.
Selain pantangan Kamis Wage untuk menempa keris, keturunan Supo juga meneruskan tradisi leluhurnya, yakni selalu mengenakan baju serba hitam. Mengapa serba hitam? Supianto menjawab, ya memang tradisinya begitu – serba hitam.
Ada dua macam keris yang dibuat oleh keturunan Empu Supo ini, yakni keris Ageman, serta keris Pusaka. Masing-masing mempunyai tata caranya sendiri.
Keris Ageman, dibuat tidak perlu memakai puasa. Cukup memakai sesajian. Sedangkan Keris Pusaka? Baik pembuatnya maupun pemesannya, keduanya harus puasa sebelum keris dibuat. Disamping puasa, juga ada pantangan-pantangan lain yang cukup berat. Ditambah juga sesajian.
Lamanya puasa, kata Supianto, tidak ditentukan. Biasanya ada tanda-tanda khusus yang dirasakan sang Empu.
Tanda-tanda bahwa keris bikinannya “terisi” biasanya terlihat pada saat besi, baja dan nikel itu dibakar dan memijar. Pijaran bara itu melukiskan tanda khusus. Ada yang berbentuk sinar putih, ada yang berbentuk ular, ada yang berbentuk harimau. Jika keris itu memang “sakti”, kebiasaan keturunan Supo dulu melihat ada “wanita cantik yang menari-nari di atas bara api,”…

Pemandangan Besalen Taman Mini yang beratap limasan. (Dok. Astajaya)
Keris-keris produksi Empu Supianto sepanjang sekitar sepuluh tahun berkarya, sebelum ia menjadi pegawai biasa Taman Mini, jumlahnya ada dua puluh bilah lebih. Bentuknya ramping, biasa pakai pamor Ron Genduru, atau Ganggeng Kanyut….
Adakah keris-keris buatan Empu Supianto di rak koleksi Anda? Beruntunglah. Lantaran, keris-keris karya empu Supianto yang umumnya berpamor miring dan cantik garapnya itu jumlahnya tidak banyak…. *
No Responses