Pesona Baru Museum Kasepuhan Cirebon

Keraton Kasepuhan Cirebon kini memiliki pesona baru bagi mereka yang tertarik mendalami tosan aji dan peninggalan leluhur dari era kerajaan Galuh, Pajajaran Sunda sampai Majapahit serta Kesultanan Cirebon dan Demak. Museum yang dirancang dan dibangun kurang dari tiga bulan ini tidak kalah menarik dari Museum Keris Nusantara yang diresmikan Presiden Joko Widodo di Surakarta tanggal 9 Agustus 2017 lalu.
Dibangun di atas puing peninggalan Gedong Pusaka atau Gedong Jinem Si Rara Denok di era Keraton Pakungwati di abad ke-16 Masehi, Museum Kasepuhan yang memiliki lebih dari 600 bilah pusaka dan ratusan benda kuno otentik milik kesultanan ini benar-benar menjadi oase baru wisata sejarah di Cirebon. Tidak hanya kereta Singa Barong di era Panembahan Ratu, akan tetapi juga berbagai sampel pusaka kuno dengan aneka ragam bentuk yang hanya bisa ditemui di kesultanan Cirebon.
“Syukuran dimulainya pembangunan kami lakukan pada 15 Maret 2017, dan 10 Juni kurang dari tiga bulan sudah dilakukan soft launching. Grand launching (peresmian sesungguhnya) baru dilakukan nanti pada saat Festival Keraton Nusantara (FKN) di Cirebon pada 16 September 2017,” ungkap Raden Mukhtar, Manajer Museum Pusaka Kraton Kasepuhan kepada kerisnews.com Minggu (13/8/2017) lalu. Dibangun dengan biaya CSR dari perusahaan swasta, Waterland.

Gedung Museum Pusaka Keraton Kasepuhan Cirebon di bekas situs Gedong Jinem Rara Dhenok (Kontributor/Tira Hadiatmojo)
Cirebon tahun ini kembali menjadi tuan rumah Festival Keraton Nusantara 2017 pada 15-20 September mendatang setelah FKN pertama 20 tahun silam. Sultan Sepuh XIV Keraton Kasepuhan, Pangeran Raja Adipati (PRA) Arief Natadiningrat mengungkapkan kepada media awal April 2017 lalu, bahwa event FKN di Cirebon nanti akan diisi dengan berbagai acara tradisi. Mulai dari kirab prajurit keraton, pameran benda pusaka keraton, pertunjukan seni keraton, pagelaran upacara adat serta kesenian rakyat.
Museum Keraton Kasepuhan boleh dikatakan adalah museum milik keraton yang terlengkap di Indonesia. Koleksi pusakanya berasal dari peninggalan Kerajaan Cirebon sejak masa Pangeran Cakrabuana, Sunan Gunung Jati, sampai era Kesultanan Cirebon. Koleksi berharga lain berupa pakaian kuno milik tokoh-tokoh kerajaan Cirebon di masa lalu, meriam, gamelan dari Demak, Majapahit, lukisan ukir kayu, keramik dan naskah-naskah kuno asli.
Khusus koleksi tosan ajinya seperti keris, penataan pun dilakukan menurut periodisasi. Mana keris yang bentuk dan garapnya berasal dari era kerajaan Galuh, Pajajaran, Cirebon Awal, Cirebon Tengah ataupun Cirebon Akhir misalnya. Ataupun pusaka-pusaka pemberian Sultan di era Demak, dan Majapahit. Sebuah tempat yang menarik bagi mereka yang berniat memperdalam tosan aji.

Peninggalan seni ukir kayu dan Kursi Kuno sejak era Panembahan Ratu. (Kontributor/Tira Hadiatmojo)
Museum ini juga diisi benda-benda berharga lain, yang otentik dan bersejarah – termasuk peninggalan-peninggalan Portugis saat penyerangan Cirebon dan Demak di Sunda Kalapa 1527. Museum terbuka untuk umum dengan dipungut biaya Rp 25.000 hari biasa, serta hari Jumat Rp 50.000. Khusus setiap hari Jumat, ruang khusus Gedung Jinem yang menyimpan pusaka-pusaka otentik era Gunung Jati, dibuka untuk umum. Gedung khusus di dalam museum Rara Denok ini berisi di antaranya empat wedung pemberian penguasa Demak, Adipati Unus saat menikahi putri Cirebon, serta pusaka keris berkinatah emas milik Sultan Cirebon. Kunci gedung Jinem yang dibuka setiap Jumat ini, kuncinya disimpan langsung oleh Sultan Sepuh XIV Keraton Kasepuhan, Pangeran Raja Adipati (PRA) Arief Natadiningrat.
Selain dijaga selama 24 jam penuh oleh penjaga keamanan khusus, museum baru Keraton Kasepuhan ini juga diperlengkapi dengan 23 kamera pengawas CCTV. Ditata sedemikian rupa, sehingga pengunjung bisa melihat dari jarak dekat, benda-benda berharga peninggalan masa lalu ini dari sisi dua dimensi dan bahkan tiga dimensi.

kereta Singa Barong dari era Panembahan Ratu (Kontributor/Tira Hadiatmojo)
Keraton Kasepuhan Cirebon merupakan salah satu pecahan Keraton Pakungwati setelah penguasanya meninggal pada tahun 1677 di Mataram. Penguasa terakhir Keraton Pakungwati adalah Pangeran Rasmi atau Pangeran Abdul Karim dengan gelarnya Panembahan Ratu/Pakungwati II maka dimulailah babak baru Kekuasaan di Kerajaan Cirebon warisan Sunan Gunung Jati.
Kebijakan Politik Sultan Ageng Tirtayasa dari Banten menetapkan pembagian kekuasan untuk putra-putra Panembahan Ratu II demi menghindari perpecahan dengan diangkatnya Pangeran Martawijaya sebagai Sultan Sepuh I dengan gelarnya Sultan Sepuh Abil Makarimi Muhammad Samsudin (1679-1697) dan Pangeran Kertawijaya sebagai Sultan Anom I dengan gelarnya Sultan Anom Abil Makarimi Muhammad Badrudin (1679-1723) serta Pangeran Wangsakerta sebagai Panembahan Carbon dengan gelarnya Pangeran Abdul Kamil Muhammad Nasarudin atau Panembahan Tohpati (1679-1713).

Konsep etalase Pusaka berdasar penggolongan zamannya. (Kontributor/Tira Hadiatmojo)
Contoh tosan aji pusaka masa lalu lainnya yang bisa dilihat, misalnya kujang – dari kujang cangak sampai kujang wayang – sampai berbagai macam bentuk tombak yang tidak lazim bentuknya,. Ada yang berbentuk dwisula, trisula, pancasula. Ada juga keramik peninggalan Putri Oeng Tien – putri kaisar dari Dinasti Ming yang dipersunting Sunan Gunang Jati, hingga Gamelan Kodok Ngorek peninggalan Sunan Kali Jaga bermotifkan Killin dari era Majapahit sebagai kayu penopangnya, serta gamelan sekaten dari Keraton Demak dan Gamelan Degung dari Banten. *
No Responses